Senin, 05 Januari 2015

Produk Meragukan: Sertifikat Halal Indonesia Tak Diakui Negara Islam dan Dunia

Apakah semua makanan dan minuman yang sering anda makan benar-benar halal? Apakah artinya halal bagi muslim hanya sebatas produk yang terdapat kandungan dari binatang anjing atau babi? Sertifikasi halal yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia untuk produk yang beredar dan dibuat di Indonesia, masih belum diakui oleh nagara-negara Islam dan dunia.  
Rancangan Undang-undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH) akhirnya pada Kamis (25/09/2014) lalu, Rapat Paripurna DPR mengesahkan Undang-undang Jaminan Produk Halal (UU JPH).
Ironisnya, nyaris 70 tahun merdeka, Undang-undang Jaminan Produk Halal baru disyahkan oleh negara dengan umat Muslim terbanyak di dunia.
Setelah disyahkan, apakah lembaga-lembaga itu telah mumpuni untuk mendeteksi halal tidaknya sebuah produk? Selamat menyantap penyakit masa depan!
Sertifikasi halal yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia, untuk produk yang beredar dan dibuat di Indonesia, masih belum diakui dunia. Saat ini banyak perusahaan Indonesia yang hendak melakukan ekspor ke Timur Tengah justru memilih mengurus sertifikasi halal di Malaysia.
“Hampir semua perusahaan ke Timur Tengah melakukan itu ya, maka lewat momen acara konferensi dan pameran besok, kami ingin semua pihak berkepentingan, termasuk pemerintah turut membahas kondisi ini,” kata Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Eddy Kuntarto di Jakarta.
illuminati card game - fast food chainsDia mengatakan belum diakuinya label halal Indonesia oleh mitra dagang dunia, lantaran kurang branding kualitas sertifikasi.
“Cara kita membuat label dianggap banyak negara masih belum komprehensif menjelaskan dan menjamin bahwa sebuah produk betul-betul halal,” ungkapnya.
Malaysia, diakui masih lebih baik dalam menunjukkan keseriusan menentukan kehalalan sebuah produk.
“Di Malaysia sampai ada sebuah kawasan bernama Halal Hub, yang semua pelaku industri percaya barang selesai diperiksa di sana dijamin seribu persen halal,” katanya.
Padahal, lanjut Eddy, produk halal semakin dicari tidak hanya di negara Islam karena semakin banyak negara meminta produk berlabel halal karena dianggap higienis.
Kadin DKI akan membahas peningkatan kualitas sertifikasi halal Indonesia di sela-sela pameran. Pameran akan dihadiri Wakil Presiden Boediono, Menko Perekonomian Hatta Rajasa, serta Presiden Presiden Bank Pengembangan Islam (IDB) Dr. Ahmad Mohamed Ali al-Madani.
MUI Diminta Evaluasi Diri Soal Sertifikasi Halal
Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi meminta Badan Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetik Majelis Ulama Indonesia Indonesia (LPPOM MUI) mengevaluasi diri terhadap produk halal yang dikeluarkan. Hal berkaitan ditolaknya produk halal Indonesia di negara Uni Emirat Arab (UEA) sejak beberapa tahun lalu.
“Bahwa produk halal kita ini ternyata oleh negara lain tidak diakui, nah mungkin seperti itu pesannya (Evaluasi diri),” ujarnya di Jakarta.
Produk sertifikasi halal yang dikeluarkan MUI katanya, seharusnya memberikan rasa aman bagi ekportir, sehingga produk asal Indonesia bisa diterima semua negara khususnya tujuan ekpor negara Islam. Namun dalam kenyataannya tidak semua negara Islam menerimanya. “Padahal kita negara muslim terbesar dunia.”.
http://liputanislam.com/wp-content/uploads/2014/03/logo-halal-mui.jpgBayu berharap MUI dan BPOM menjelaskan, bahwa proses sertikasi halal yang dilakukan lembaganya sesuai standar keamanan dan diakui negara lain.
“Halal ini sertifikat, bukan soal teknis tapi soal akidah, di dalamnya ada syariat Islam. “Kita harus membuat apa yang disertifikasikan itu diakui,” Bayu mengatakan.
Ia mengakui lembaganya tidak bisa mengambil peran mengelurkan sertifikasi halal. Sebab pemerintah telah menetapkan lembaga MUI mengeluarkan label halal itu. “Sekarang majelis ulama yang bicara bukan dari kita, kalau kita yang ambil tidak bisa.”
Sebelumnya Uni Emirat Arab menyatakan tidak mengakui label halal yang dikeluarkan Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetik (LPPOM) MUI. Alasannya mereka tidak mengenal MUI. Usaha lobi yang dilakukan MUI terhadap otoritas UEA juga gagal lantaran lembaga tersebut tidak mewakili pemerintah Indonesia.
Penolakan itu mencuat setelah sebuah perusahaan eksportir makanan asal Jakarta melaporkan kasus penolakan barang dagangannya pada Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin).
Wakil Direktur LPPOM MUI Sumunar Jati membantah tudingan bahwa usaha lobi yang dilakukan MUI terhadap otoritas UEA gagal. Hingga saat ini MUI sedang melakukan komunikasi instensif. “MUI memandang bahwa pengenalan lembaga sertifikasi halal Indonesia kepada pihak otoritas Uni Emirat Arab memang perlu waktu dan sedang difasilitasi oleh Kedubes RI setempat,” kata Sumunar.
Ketua MUI: Sertifikat halal MUI (cuma) diakui 25 negara
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Amidhan membantah Uni Emirat Arab (UEA) menolak sertifikat halal yang dikeluarkan oleh MUI. Menurut dia, sertifikat halal yang diterbitkan lembaganya sudah diakui oleh 25 negara.
“Saya kira itu persoalan standar saja. Kalau halal kita kan sudah diterima di 25 negara, oleh 45 sampai 50 lembaga sertifikat halal di dunia, Australia dan Amerika gunakan standar kita,” ungkap Amidhan di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (18/9).
Terkait alasan UEA yang menyatakan tidak mengenal Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetik Majelis Ulama Indonesia Indonesia (LPPOM MUI) tidak dapat dijadikan patokan. Sejauh ini, penolakan negara Timur Tengah itu terjadi karena lembaganya belum masuk secara administratif.
“Itu kan soal administratif saja, bukan dalam bentuk standar. Kalau standar kita justru sudah diakui di lembaga-lembaga luar negeri, bahkan banyak yang menggunakan standar kita dan minta pengakuan dari kita,” ungkap dia.
Meski ditolak, MUI menunggu sikap pemerintah untuk melakukan upaya diplomasi terhadap UEA agar dapat menerima sertifikasi halal dari MUI. “Ya itu terserah pemerintah, asal nanti pemerintah selesaikan itu,” pungkasnya.
halal label
Produk RI ditolak gara-gara label MUI ternyata taktik dagang
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Suryo B. Sulisto mengakui adanya produk Indonesia yang tidak bisa masuk ke beberapa negara karena logo halal MUI. Negara yang mewajibkan adanya sertifikasi halal pada produknya tidak mengakui logo halal MUI.
Dia menuturkan, saat ini label halal menjadi salah satu trik perdagangan dunia untuk memproteksi produk dalam negerinya. Produk Indonesia tidak bisa masuk dengan alasan mereka tidak mengakui label halal MUI. Apalagi sekarang belum ada pusat label halal dunia yang memberikan kesetaraan.
“Negara ada yang begitu (tidak akui label halal MUI). Tapi ini bisa saja taktik non tarif barrier. Mereka mau melakukan pembatasan barang tertentu, jadi ini taktik, taktik mereka,” ucap pria yang biasa disapa SBS ini.
SBS tidak menampik jika polemik label halal di Indonesia bisa menjadi penyebab kejadian ini. Pemerintah Indonesia belum mempunyai lembaga sertifikasi halal yang terakreditasi secara internasional.
“Ini masih pembicaraan dan belum ada keputusan antara Kemenag sama MUI. Mudah-mudahan itu itu bisa diselesaikan mengacu pada satu aja,” tegasnya.
Sebelumnya, ketua program kiblat halal dunia ICMI, Tati Maryati mengatakan, produk ekspor Indonesia ditolak karena logo halal MUI belum diakui secara seragam di dunia. Apalagi, saat ini MUI sebagai lembaga yang mengeluarkan sertifikasi halal belum mendapat akreditasi dari Badan Standarisasi Nasional (BSN).
“Produk ekspor kita mengalami penolakan karena logo halal belum diakui secara seragam di beberapa negara. Saat ini belum ada laboratorium atau lembaga sertifikasi halal yang terakreditasi,” ucap Tati saat diskusi di kantor BSN, Jakarta.
Menurut Tati, negara tetangga seperti Malaysia mempunyai lembaga sertifikasi di bawah kementerian agama yang sudah terakreditasi. Tati berharap di Indonesia ada lembaga sertifikasi halal yang diakui secara internasional.
“Di luar negeri sudah terakreditasi. Produk UKM kita diperbaiki salah satunya ekspor ke Emirates Arab harus ada logo halal sudah diakui. Kita harus ada lembaga sertifikasi halal yang sudah terakreditasi. Lembaga itu seperti apa? Manajemen yang baik, ada SNI dari BSN,” tegasnya.
Namun Tati enggan menyebut produk yang ditolak di luar negeri karena masalah label halal itu. Data itu sepenuhnya ada di KADIN dan Kementerian Perdagangan. “Saya dapat laporan karena MUI swasta dan belum terakreditasi. Namun ada beberapa negara yang mengakui (label halal Indonesia),” tutupnya.
Nyaris 70 Tahun Merdeka, Undang-undang Jaminan Produk Halal Baru Disyahkan Oleh Negara Dengan Umat Muslim Terbanyak Di Dunia
Rancangan Undang-undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH) akhirnya berbuah manis. Pada Kamis (25/09/2014) lalu, Rapat Paripurna DPR mengesahkan Undang-undang Jaminan Produk Halal (UU JPH).
Setelah melewati dua periode, UU JPH akhirnya selesai. Hasilnya, semua organisasi sosial keagamaan yang memenuhi syarat bisa menjadi Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). LPH bertugas memeriksa pengajuan sertifikasi halal dari perusahaan.
Setelah dinyatakan halal oleh LPH, sertifikasi diteruskan ke MUI untuk dikeluarkan fatwanya. Sertifikat halal pun secara administratif dikeluarkan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).
“Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetik (LPPOM) MUI memahami keputusan tersebut. Sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim yang sangat besar, Indonesia memerlukan payung hukum yang mengatur jaminan produk halal,” tulis lembaga ini lewat press release.
Bagaimanapun juga, LPPOM MUI menambahkan, masih terdapat beberapa celah hukum yang harus disempurnakan. Pemerintah memiliki waktu lima tahun untuk menerbitkan delapan peraturan pemerintah, dua peraturan menteri, dan peraturan pendukung lainnya. Ditargetkan, pada 2019, UU JPH bisa diterapkan dan sertifikat halal bersifat wajib.
Sanksi akan diberikan bagi perusahaan yang sudah memenuhi kriteria namun mengulur-ulur sertifikasi halal. Begitu pula dengan produsen yang memalsukan kehalalan produknya dan perusahaan yang tidak konsisten menjaga kehalalan produknya setelah disertifikasi.
Sambil menunggu aturan pendukung rampung serta LPH dan BPJPH dibentuk, prosedur sertifikasi halal berjalan seperti biasa alias ditangani MUI. Meski tak lagi ‘memonopoli’ sertifikasi halal, MUI masih memiliki peran penting di bidang ini karena dinilai sudah berpengalaman selama 25 tahun. MUI juga dipandang mewakili berbagai organisasi sosial keagamaan.
Kenapa Label Halal Indonesia Tak Diakui Oleh Dunia Islam dan Internasional?
food cause cancers
Contoh produk yang memakai bahan pengawet. Hingga bulanan bahkan tahunan, produk makanan alami yang harusnya sudah basi bahkan hancur akibat pembusukan, masih terlihat tak berubah, bahkan bakteri pun tak mau memakannya. Produk dengan zat berbahaya ini telah banyak terdapat di dalam tubuh anda.
Ada beberapa penyebab dasar, kenapa label halal ndonesia tak diakui oleh negara-negara muslim dan dunia internasional.
Pertama, MUI atau Majelis Ulama Indonesia bukanlah dibawah bendera pemerintahan Indonesia sebagai lembaga resmi. Walau ada kata “Majelis” namun bisa dibilang MUI hanya sekelas ormas yang tak ada kredibilitas dibawah pemerintahan yang syah.
Jadi selama ini MUI dapat menetapkan suatu produk halal atau tidak, hanya dengan SK 3 Menteri. Selain itu, pemerintah punya perangkat yang mumpuni, sedangkan MUI tidak punya.
Kedua, MUI tak memiliki ahli yang mumpuni dalam hal investigasi dan laboratory, seperti ahli pakar gizi, pakar kimia, pakar fisika, pakar farmasi dan lainnya.
Sejatinya MUI hanya majelis ulama yang lebih mumpuni dalam hal agama, misalnya seperti mengeluarkan fatwa, bukan majelis atau sekumpulan saintis atau peneliti. Jadi MUI harus bekerja sama dengan instansi lain.
Ketiga, selama ini MUI yang memiliki otoritas dalam menentukan serba halal tidaknya suatu produk mulai dari proses sampai mengeluarkan sertifikat halal untuk makanan dan minuman. Namun MUI bukan pakar dalam hal sains untuk dapat meneliti sebuah kandungan atau zat atau materi atau bahan yang bisa jadi terdapat tak halal dalam suatu produk, maka wajar jika label kehalalan MUI patut dicurigai oleh negara lain.
Keempat, selama ini keterlibatan MUI justru berada dibawah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), maka MUI menjadi sub-ordinat di bawah lembaga itu. Hal ini menyebabkan MUI tidak terlalu happy karena otorisasinya tidak penuh, maka sertifikasinya tak diakui banyak negara termasuk negara-negara muslim.
Jadi persoalan sertifikasi halal selama ini sudah di MUI, namun yang kurang adalah: pengawasan. Sedangkan di RUU tidak punya perangkat pengawasan. Maka diharapkan MUI sebagai pemberi sertifikat, dan pengawasannya dari pemerintah karena pemerintah punya perangkat dalam beberapa bidang dan kementerian sedangkan MUI? Jelas tidak punya.
Bodohnya Jika Tidak Halalnya Suatu Produk, Dinilai Hanya Sebatas Ada Kandungan Babi Atau Anjing
dangerous not healthy fast food 15
Borax, bisa dipakai untuk mengelas besi, dapat dicampur kedalam makanan agar dapat tahan lama dan memberikan rasa kenyal pada makanan.
Di negara-negara Islam termasuk Indonesia, halalnya suatu produk baru sebatas jika suatu produk mengandung unsur babi atau anjing semata. Padahal makna halal tak hanya sebatas itu, melainkan semua makanan dan minuman yang tidak menyehatkan dan membahayakan kerena dapat menimbulkan penyakit bahkan kematian.
Sertifikasi halal di dunia muslim belum menyentuh terhadap suatu produk yang dibuat secara sintetis, tak alami alias buatan atau bahan tak natural yang telah terbukti dapat membahayakan konsumen.
Zat di dalam suatu produk yang mengandung pemanis buatan, pewarna buatan dan perasa buatan, walau itu dibuat khusus untuk makanan dan minuman serta  dibilang oleh negara barat sebagai zat yang tidak membahayakan bagi tubuh, namun terbukti sudah membuat konsumen mengidap penyakit kanker, cacat fisik sejak janin, cacat mental, bahkan kematian.
Zat-zat yang “terlihat baik namun berbahaya” itu memang dibuat untuk tak terasa atau tak kentara efeknya bagi konsumen dalam jangka waktu pendek, melainkan dalam jangka waktu panjang. Setelah beberapa tahun hingga belasan tahun kemudian setelah mengkonsumsinya, maka baru akan terlihat efek negatifnya terhadap para konsumennya.
Hal ini sengaja dibuat agar zat-zat yang sudah bertahun-tahun lamanya dikonsumsi tersebut lalu diserap oleh jaringan kulit, jaringan daging, jaringan otak dan seluruh organ tubuh, tak lagi dapat “dicungkil” dengan mudah keluar dari organ dan jaringan yang telah mengkonsumsinya selama bertahun-tahun.
Belum lagi efeknya terhadap bayi-bayi dalam kandungan sebagai generasi penerusnya yang juga sudah terkena, sasaran utama mereka sebenarnya adalah jaringan otak janin. Bagaimana generasi mendatang memiliki sifat tempramen, tak mudah diatur, tak rasional dan susah diatur.
Namun tak sedikit pula janin-janin yang terkena imbas diluar itu, seperti yang dijelaskan tadi, seperti penyakit kanker, cacat fisik sejak janin, cacat mental, bahkan kematian. Namun harusnya hal ini mendapat perhatian khusus bagi MUI dan melabelnya sebagi “PRODUK TIDAK HALAL”.
Apakah MUI tau apa itu GMO? Sejak Artikel ini Dibuat, Tentu Tidak
Belum lagi jika kita berbicara mengenai GMO atau Genetically Modified Organism, yangdimotori oleh perusahaan Monsanto ini, sangat berbahaya. (silahkan di baca: Bahaya GMO Picu Kanker: Indonesia Harus Cegah! Tanaman Trans Genetik Membahayakan Kesehatan)
‘Organisme Trans Genetika’ atau ‘Organisme Terubah Suai’ secara genetik (genetically modified organism atau GMO) ini adalah organisme yang bahan genetiknya telah diubah dengan menggunakan teknik, dalam bidang genetika, biasanya dikenali sebagai teknologi penyatuan kembali DNA.
http://indocropcircles.files.wordpress.com/2013/08/gmo-corn-3.jpg?w=250&h=294Teknologi penyatuan kembali DNA ini adalah upaya untuk mengabung molekul DNA dari berbagai sumber menjadi satu rantaian molekul dalam tabung pengujian. Dengan cara itu, maka kemampuan organisme atau kandungan protein yang dihasilkannya, bisa diubah melalui konversi gennya ini sangat berbahaya dan harusnya sekali lagi, pastinya MUI harus memasukkan produk jenis ini ke kategori “PRODUK TIDAK HALAL”.
Namun sekali lagi, mereka selalu sengaja membuatnya agar efeknya tidak singkat namun dalam jangka waktu lama, agar zat-zat yang sudah bertahun-tahun lamanya itu terserap dengan sebegitu baik dan sempurnanya, menumpuk dalam badan, untuk kemudian mengakibatkan penyakit yang mematikan bagi konsumennya, cacat mental atau fisik kepada turunannya, bahkan kemandulan.
Ironis memang, jika suatu lembaga tidak mengerti tentang ilmu medis, kimia dan gizi, apalagi jika tak dibawah badan pemerintahan yang menjadikan salah satu alasan kenapa tak diakuinya suatu sertifikat halal dari Indonesia.
Produk mengandung GMO paling banyak beredar adalah produk buah-buahan dan sayur, misalnya apel, jeruk, pisang, jagung dan masih banyak sekali produk-produk yang lainnya.
Produk-produk mengandung GMO itu tak kasat mata jika dibandingkan oleh produk alami lain. Nyatanya dan bukan cerita fiksi, produk GMO telah ditolak di banyak negara. Hingga kini, semakin banyak produk itu ditolak oleh negara-negara di dunia, termasuk para sekutunya, itu artinya memang GMO adalah produk yang berbahaya!
Dengan ditolaknya produk-produk berbahaya itu, maka produk yang “nganggur” itu pun diekspor ke beberapa negara yang culun dalam hal pengetatan dan kebijaksanaan impor dari negara yang bersangkutan, dan terutama adalah negara dunia ketiga, alias negara miskin dan pastinya adalah Indonesia.
Selain pemerintah, MUI dan lembaga makanan/minuman, gilanya mafia import yang merajalela dan tak memperdulikan produk dalam negeri adalah salah satu penyebab produk berbahaya itu masuk ke Indonesia. Itu pula yang menjadi penyebab, kenapa dalam beberapa tahun terakhir masyarakat di Indonesia semakin banyak menderita penyakit kanker, kecacatan kelahiran anak, kecacatan mental anak, cara berfikir yang irasional serta kemandulan.
gmo corn 2
Jadi tak heran jika melemahnya sertifikasi halal oleh MUI akibat DAYA FIKIRNYA yang rendah, membuat produk mudah mendapatkan sertifikasi halal, terutama bahan import pengguna produk GMO, seperti perusahaan grup Bilderberg: Nestle, Cadbury, Coca Cola, Mc Donalds dan lainnya. Bahkan zat-zat berbahaya juga ada di produk Unilever, P&G, Danone dan produk perusahaan-perusahaan Bilderberg lainnya. Produk-produk yang tak lepas dari bahan sintetik dan buatan seperti aspartame pemanis buatan, perasa buatan, pewarna buatan, rekayasa genetik dan lainnya. (baca: Bahaya GMO Picu Kanker: Indonesia Harus Cegah! Tanaman Trans Genetik Membahayakan Kesehatan)
Tujuan mereka lambat namun pasti: keuntungan membuat masyarakat dunia berpenyakit lalu mati (project Depopulation) dan agar industri farmasi mereka yang menjual obat-obatan tambah menguntungkan. Lahirnya generasi yang labil, temprament dan keterbelakangan mental serta fisik, hingga jumlah efek kemandulan yang di derita oleh jutaan kasus di Indonesia agar juga membantu menurunkan populasi dunia. Yup, makanan yang anda makan tiap hari belum tentu halal walau ber-cap halal, karena tetap berbahaya bagi kesehatan anda dan keluarga. Selamat menyantap penyakit masa depan.(berbagai sumber / tempo/merdeka/okezone/detik/indocropcircles)

0 komentar:

Posting Komentar