Kamis, 13 November 2014

Al-Habib Abdullah bin Abu Bakar Al Aydrus (Pengarang Ratib Al Aydrus)

Syahidul Hal: - Dengan keagungannya Tarim mendapat kemuliaan bagaikan purnama yang tampak dengan kesempurnaan sinarnya.  — Barisan para wali terkumpul bagaikan ka’bah yang berkilau di masanya — Dari para pengamal ketaatan, yang rukuk, yang bersujud, yang tawaf tidak melepaskan ihramnya.  — Dengannya bulan-bulan kebahagiaan menjadi murni, andaikan tampak di kegelapan akan menyirnakan gelap gulitanya.  — Syekh Abdullah bin Abdurrahman Ba Wazir, dikutip dari kitab “Tarikh Hadramaut” Hal. 765.

Pembukaan
Yemen


Segala puji bagi Allah SWT, yang telah menyemayamkan mahkota pada setiap awal zaman kepada para tokoh dan Syekh pembimbing yang sempurna, menjadikan hikmah sebagai sumber makrifat untuk sampai kepada tujuan. Para pemuka agama dan pewaris kepala dari segala utusan (Muhammad Saw), mereka yang mengikutinya dengan perkataan, perbuatan, niat, dedikasi, keinginan, ibadah dan kebenaran serta kekokohan keyakinan. Beserta para keluarga yang agung, para sahabat dan para pengikut mereka hingga hari kiamat.

Para pembaca yang budiman, kali ini saya tampilkan figur  dari para tokoh madrasah Hadramaut, salah seorang pemuka Islam yang mengamalkan pedoman dakwah Rasulullah Saw. Yang adil dan kokoh. Sosok yang dikaruniai Allah SWT ilmu, amal, obsesi dan tingginya cita-cita. Di zaman itu sosoknya bagaikan tetesan air hujan yang berguna.
Setiap tanah tumbuh subur di mana mereka berada laksana hujan yang menyirami bumi. Beliau menancapkan tiang untuk para murid, dan mengangkat cita-cita pencari ilmu, menyadarkan pikiran orang-orang yang lalai, untuk mengerti dakwah pemuka para utusan (Muhammad Saw). para pencari kebenaran dari beberapa penjuru bersimpuh di depan pintunya, keberadaanya membangkitkan semangat ahli ibadah, para ahli zuhud, dan para pemimpin, menuju sebaik-baiknya ajaran dan pedoman. Dengannya Allah menghilangkan bid`ah sampai ke akarnya, dan menghidupkan sunnah dan menumbuhkannya.
Imam al Aidrus hidup di era persimpangan penting terhadap eksistensi madrasah Hadramaut, baik dari segi pengokohan kaidahnya, maupun dari aspek penyebaran tarekat ke segala penjuru, selamat menikmati sajian kami tentang riwayat hidup tokoh ini, wabillahittaufik.
Penyusun.
Silsilah Keturunan
Al Musthafa Rosulullah Saw.
Imam Ali dan Fatimah az Zahro Ra.
Iman Husain
Imam Ali Zainal Abidin
Muhammad al Baqir
Ja`far Shadiq
Ali al Uraidy
Muhammad al Naqib
Isa Al Rumi
Ahmad al Muhajir
Abdullah
Alawi
Muhammad
Alawi
Ali Khali` Qasam
Muhammad Shahib Mirbath
Ali
Muhammad al Faqih al Muqaddam
Alawi
Muhammad Maula ad Dawilah
Abdurrahman as Segaf
Abu Bakar al Sakran
(Abdullah al Aidrus)
Abu Bakar al Adani Syekh Alawi
Sekilas Tentang Imam Al Aidrus
Beliau adalah panutan yang diakui kapabilitasnya, pemimpin para wali yang disepakati kewaliannya, pembawa bendera orang-orang arif, peletak dasar ilmu orang-orang yang benar, kepala para Sadah Alawiyin, pemegang tali simpulnya dan pemilik kharisma dan keagungannya.
Disebutkan dalam “al Musyri`” : (al Idrus) gelar terhadap pimpinan para wali. Sebagian orang mengatakan : (al Itrus) diambil dari nama singa, Jauhari berkata : (al Itrasah) menempuh jalan kekerasan, ciri dari harimau. Al Allamah Muhammad bin Umar Bahraq berkata : “Bisa saja huruf ta’ dalam kalimat (al aidrus) diganti dengan huruf dal karena berasal dari satu makhraj (tempat keluarnya huruf di mulut), kita ketahui bahwa singa adalah pemuka dari hewan buas, sedangkan al Idrus merupakan pemuka dari para wali di zamannya.
Kelahiran dan Riwayat Hidup 
Lahir –semoga Allah meridoinya– pada sepuluh awal dari bulan dzulhijjah tahun 811. Ketika kakeknya Syekh Abdurrahman As segaf mendengar kabar kelahirannya, beliau berkata : “Ia adalah seorang sufi di zamannya”, hafal al quran al karim , memperoleh kesempatan hidup bersama kakeknya Syekh Abdurrahman selama  8 tahun . Beliau telah melihat dan memberkatinya, sempat belajar kepada kakeknya, dan pernah dikatakan bahwa ia akan memilki kelebihan tertentu.
Beliau tumbuh dalam kemulyaan di bawah bimbingan ayahnya Imam Abu Bakar yang bergelar “al Sakran”. Sangat menyayanginya di masa kecil, mengayominya dengan kasih sayang. Kharismanya ia salurkan kepadanya. Sang ayah meninggal ketika beliau berumur 10 tahun. Setelah itu beliau dirawat dan dibimbing oleh pamannya Syekh al Imam al Mighwar al Syekh Umar al Muhdar. Menempatkannya sebagai anak bimbingan kerohaniannya. Senantiasa dalam pantauannya, dibimbing bersama saudaranya yang lain dengan budi pekerti mulya dan amal perbuatan sesuai dengan ajaran al Quran dan  Sunnah. Rahasia kebapakan seluruhnya dilimpahkan kepadanya sehingga dirinya mendapat kedamaian, keimanan, keyakinan, dan ihsan. Sedari kecil tumbuh dalam lingkungan ilmu, amal, mempelajari alquran, hadis, bahasa Arab, dan bersungguh-sungguh menekuninya. Dikirim ke beberapa Syekh kala itu untuk mendapatkan berkah yang banyak, menempa diri bersama mereka dan mempelajari ilmu baik yang berhubungan dengan lahir maupun batin. Dari para Syekh yang pernah menjadi gurunya antara lain :
1.    Al Faqih Said bin Abdullah Ba Abid
2.    Syekh al Allamah Abdullah Ba Marawan
3.    Al Alim al Rabbani Syekh Ibrahim Ba Harmaz.
4.    Syekh al Allamah Abdullah Ba Qusyair
Beliau menyimak hadis dari beberapa ahli hadis dan para rawi di Hadramaut serta beberapa tempat di Yaman, kemudian dari hasil kepergiaannya ke Hijaz.
Beliau mempunyai perhatian khusus dengan kitab “al Tanbih”, “al Khulashoh”, dan“al Minhaj”, dengan senantiasa mempelajari, menganalisis dan mengkaji dengan teliti.
Belajar ilmu tasawuf kepada Sayyid al Jalil Muhammad bin Hasan Jamalullail, dan kepada paman-pamannya Ahmad, Syekh, Muhammad dan Hasan.
Belajar bahasa Arab kepada al Allamah al Adib Ahmad bin Muhammad bin Abdullah Ba Fadal. Sedangkan ilmu Nahwu dan Shorrof mempelajarinya dari Syekh al Allamah Muhammad bin Ali Ba Ammar dan lainnya.
Mujahadah dan Riyadhah
Dari keterangan yang terdapat di beberapa kitab mengenai mujahadahnya  sebagai berikut : “Mujadahnya laksana lautan yang tak bertepi, bagaikan bendera perang di tangan prajurit sejati, paman sekaligus pembimbingnya Syekh Umar al Muhdar membimbingnya ke dalam mujahadah semenjak kecil, beliau bertutur : “keponakanku menempuh mujahadah di saat berusia tujuh tahun, berpuasa dan berbuka hanya dengan tujuh korma dan tidak makan selain itu. Selama setahun ia tidak pernah makan kecuali hanya dengan lima mud”.
Mengenai dirinya beliau berkata : “Tatkala tahap permulaanku, aku mengkaji buku-buku kaum sufi dan menguji diriku dengan mujahadah mereka, senantiasa berlapar, dan meninggalkan tidur dari usia 20 tahun.
Beliau senantiasa bersama pamannya Syekh Umar al Muhdar dalam menempuh tahapan ajarannya. Kemudian mengawinkan Imam al Idrus dengan putrinya dan menempatkan dalam posisinya. Syekh Umar al Muhdar berkata :  “Aku akan mengawinkan putriku dengannya walau dengan sedikit harta benda, dan tidak akan mengawinkan selain dia walaupun dunia yang melimpah (harta benda) diberikan kepadaku”. Beliau memakaikan kepadanya khirqah tasawuf dan mentahkimnya serta menyatukan auranya dengan sang paman Umar al Muhdar, yang darinya mendapatkan banyak ilmu lahir maupun batin. Pamannya mendudukkannya sebagai pengganti sesuai dengan kamampuannya, melampaui derajat para Syekh yang agung, dan mendapatkan posisi yang sulit untuk di capai, para ulama mengakui akan ketinggian derajatnya dari dahulu hingga sekarang.
Kedudukan Sebagai Pemuka Umat Sepeninggal Pamannya
Disebutkan dalam kitab :”Al Kawakib al Durriyah” : “Sosok – Syekh al Idrus – suka menyepi, karena dengannya dapat sampai kepada Allah SWT. Figur Syekh al Akbar pamannya Syekh Umar al Muhdar seorang Syekh yang memiliki kharisma dan kepribadian yang agung dan pemuka dari Bani Alawi,  ketika wafat usia Imam al Aidrus 25 tahun, para Syarif sepakat Imam Muhammad bin Hasan Jamalullail-yang berada di Barughah- untuk menggantikan posisinya akan tetapi beliau menolak, mereka berkata : “Tunjukkanlah pada kami siapa yang berhak kedudukannya diantara kita”. Setelah shalat istikharah, Allah meyakinkan hatinya untuk menjadikan Imam al Aidrus sebagai pengganti, sambil memegang tangannya beliau berkata kepada Imam al Aidrus : “Engkau adalah pemuka dari mereka dan penunjuk bagi setiap syarif dan yang bukan syarif”. Imam al Aidrus menampik karena usianya yang masih belia dan ketidakmampuan dirinya ditambah  paman-pamannya yang lain masih ada. Namun mereka terus membujuknya untuk menerima posisi itu, sejak itu, semuanya sepakat untuk memposisikan dirinya sebagai pemimpin dan namanya kesohor ke penjuru dunia, beliau menyibukkan dirinya dengan pengajaran dalam tarikan nafasnya yang sangat berharga.
Posisinya Sebagai Tumpuan Murid dalam Pengajaran dan Penempatan Diri
Imam al Aidrus figur yang mumpuni dalam pengajaran, apabila ia mengajar di bidang tafsir maka ialah yang paling mengusai bidang itu, dalam ilmu hadis ia adalah pemegang rawinya, dalam ilmu fiqh ia adalah tolak ukur pemahamannya, atau selain itu semuanya menyimak pada pelajarannya. Ajaran tasawufnya membuat para hadirin menangis, dalam hal tarekat beliau menyampaikan dengan metode yang menakjubkan dan sistem yang luar biasa, ajaran yang mudah dicerna. Dalam dirinya terkumpul ilmu, amal, hal,obsesi, dan wejangan, sebagaimana dituturkan oleh Syekh Kabir Muhammad bin Ahmad Ba Qusyair :
- Setiap hati mengakui akan kewaliannya, dan setiap sanubari penuh dengan rasa cinta kepadanya. 
- Semua milik Allah, betapa tinggi keutamaannya, betapa banyak limpahan yang diberikan Allah kepada siapa yang berada dalam asuhanNya.
 
- Sungguh ia adalah pemuda beruntung, yang keagungannya tak diragukan lagi, katakanlah sesukamu pada keutamaan yang diperolehnya.
 
Murid-muridnya
Banyak dari tokoh mulya dan para mujtahid yang belajar kepada Imam al Aidrus, antara lain :
1.    Saudaranya Syekh Ali bin Abu Bakar
2.    Syekh Umar bin Abdurrahman Shahib al Hamra.
3.    Syekh Abdullah bin Ahmad Ba Kastir
4.    Syekh Ahmad Qasam bin Alwi al Syaibah
5.    Syekh Muhammad bin Afif al Hijrani.
6.    Putranya Syekh Abu Bakar al Adeny bin Abdullah al Aidrus.
7.    Putranya Syekh Husain bin Abdullah al Aidrus.
8.    Putranya Syekh Syaikh bin Abdullah al Aidrus.
Disebutkan dalam kitab : “al Kawakib al Durriyah” : “Imam al Arif Billah Muhammad bin Ali Shahib Aidid, dan Tajul Abidin Saad bin Ali, dan Syekh Abdullah bin Abdurrahman Ba Wazir dengan derajat yang di milikinya dan ketinggian kedudukannya senantiasa menemani dan mengikutinya serta mengambil ajarannya, karena mereka menyadari akan ketinggian kedudukan dan maqam Imam al Aidrus.
Pola Pandang dalam Bimbingan dan Keilmuan
Maqam Habib Abdullah Alaydrus bin Abu Bakar As-SakranImam al Aidrus berkata : “Kita tidak mempunyai sistem dan metode kecuali al quran dan Sunnah. Di mana semua itu telah dipaparkan oleh Hujjatul Islam al Ghazali dalam karya monumentalnya yang sangat berharga yakni :”Ihya Ulumuddin”  yang merupakan penjelasan dari al Quran dan Hadis yang awal ataupun yang akhir, yang konkrit maupun yang abstrak, yang berkenaan dengan suri tauladan maupun keyakinan.
Beliau melarang sahabatnya untuk mempelajari kitab “al Futuhat al Makkiyah” dan kitab “al Fushus” dan menganjurkan untuk berbaik sangka kepada penyusunnya dan meyakini bahwa ia salah seorang wali besar yang arif billah. Adapun karyanya yang kontroversi dikarenakan kedalaman pemahaman yang tidak dapat dimengerti oleh masyarakat umum, berbeda dengan karya-karya Hujjatul Islam yang dapat diterima oleh pemahaman akal, dapat dipelajari oleh masyarakat umum, orang-orang khusus maupun orang awam.
Beliau –semoga Allah meridloinya– berkata : ketahuilah bahwa tarekat adalah takut kepada Allah SWT. Sedangkan hakekat adalah pencapaian tujuan dan persaksian cahaya penampakan (Nuruttajalli). Hakekat dari maqamat adalah tempat-tempat yang bersemayam dalam hati. Yang awalnya berupa pelaksanaan perintah dan meninggalkan segala bentuk larangan, dan  terakhir mengetahui cela diri, menyucikannya dari sifat-sifat yang tercela, menghiasinya dengan sifat yang terpuji, serta senantiasa berdzikir kepada tuhannya.    Celanya hati sangatlah banyak, dan yang paling besar adalah kebanggaan seseorang terhadap amal taatnya (ujub). Seorang salik (penempuh jalan Allah) tidak akan berpindah kepada maqam yang lebih tinggi kecuali telah memenuhi semua kriteria dalam maqam sebelumnya.
Adapun ahwal adalah tarb (keasyikan) atau qabd (penangkapan) atau bast(pelepasan/kelapangan) atau syauq (kerinduan), atau dzauq (rasa), atau haibah(wibawa), atau uns (ketenangan jiwa), atau wajd (kegembiraan/cinta) , atau tawajud(kesan dari cinta) atau jamak (berkumpul) atau farq (berpisah) atau fana’ (ketiadaan) atau baqa` (tetap ada) atau ghaibah (tidak sadar) atau sakr (mabuk) atau sahw(keadaan sadar) atau sarb maknawi (minuman jiwa) sebagaimana juga akan menemukan kedekatan dengan Allah SWT, cahaya penampakan, mukasyafah(penyingkapan hal abstrak), siraman nurani, atau mahw (penghapusan), atau istbat(penetapan) atau penutupan tabir atau penampakan atau kehadiran atau muhadarah(penghadiran) atau lawaih (penampakan tulisan) atau secercah cahaya atau kenaikan atau penciptaan atau pengokohan atau lainnya.
Adapun tarikan nafas (dzikir) dan ketenangan hati dengan kelembutan-kelembutan  yang ghaib.  Pemilik nafas ini lebih murni (lebih sempurna) dari pemilik ahwal, pemilik ahwal lebih murni dari pemilik maqam, dan pemilik maqam lebih murni seorang dari seorang abid (ahli ibadah), dan abid yang mengamalkan ilmu dzahir (fiqh) lebih murni dari orang awam yang beribadah dengan menggunakan rukhsah (keringanan dalam syariat), dan pengamal syariat dengan menggunakan keringanan ini lebih murni dari mereka yang lalai.
Dan orang yang mencapai kesempurnaan adalah mereka yang pada dirinya terdapat semua ciri-ciri di atas. Mereka adalah para ulama Allah SWT dan yang tahu segala perintah Allah dalam syariat, tarekat, dan hakekat. Para pewaris (nabi). Ulama adalah pewaris para Nabi.
Pandangannya Terhadap Ulumul Kaum (istilah ilmu tasawwuf di Hadhramaut)
Di antara bidang keilmuan yang termasuk ulumulqaum antara lain : ilmul yakin, ainul yakin, haqqul yakin. Ilmul yakin dimiliki oleh para pengguna akal, ainul yakin terdapat pada kalangan ahli ilmu, sedangkan haqqul yakin dimiliki ahli makrifat dan pesaksian.
Bentuk persaksian banyak, antara lain persaksian hati dari pengaruh yang meliputinya dari persaksian terhadap ilmu, ahwal, dan mukasyafah.
(Faedah) Hati adalah tempat dari segala sifat yang terpuji, dan ruh merupakan kelembutan hati nurani, ia memiliki peningkatan maknawiyah di saat tidur ketika sukma meninggalkan raga kemudian kembali lagi kepadanya. Manusia terbina dari ruh/sukma dan raga, sebab Allah SWT menjadikan pada susunan itu keterkaitan antara satu dengan lainnya, kebangkitan berada dalam susunannya sendiri, pahala dan adzab berada dalam lingkupnya sendiri, arwah diciptakan, ruh sumber kebajikan, nafsu sumber kejahatan, akal tempat bersemayamnya arwah, dalam nafsu bersemayam hawa, dan sirr (rahasia Allah SWT yang dititipkan pada seorang wali) adalah cahaya maknawiyah tempat dari persaksian, arwah tempat cinta dan kasih sayang, dan hati merupakan bejana makrifat. Salah seorang ahli makrifat berkata : “Sirr sesuatu yang dirimu masih menyadarinya, sedangkan sirrussir apa yang tidak dapat terlihat kecuali yang Haq. Dan sirr lebih agung dari arwah, ruh lebih agung dari hati, sedangkan dada dari orang yang merdeka (dari hawa nafsunya) adalah tempat (kuburan) dari rahasia-rahasia Allah.
(Masya Alloh)
Pandangannya Tentang Praktek Menempuh Ajaran Tarekat Al Qaum
Tahapan awal dari tarekat ini adalah taubat, yakni tingkatan pertama dalam maqam, syaratnya tiga, yaitu :
1.    Penyesalan terhadap dosa yang pernah dilakukannnya.
2.    Meninggalkan kemaksiatan seketika.
3.    Keinginan kuat untuk selamanya tidak mengulanginya lagi.
Apabila memiliki tanggungan dengan sesama, maka  harus memenuhi syarat ke empat yaitu  menyelesai tanggungannya tersebut. jika setelah bertaubat, melakukan dosa lagi, kemudian bertaubat, maka taubatnya diterima selama syarat-syarat taubat di atas terpenuhi.
Pandangannya Tentang Mujahadah
Mujahadah adalah : Lapar, diam, menyendiri, jaga malam, membaca alquran.
Pandangannya Tentang Taqwa
Kata takwa berasal dari “ittiqa al syirk” (menghindari penyekutuan), kemudian “ittiqa al maashi” (menghindari maksiat), setelah itu “ittiqa al syahawat” (menghindari syahwat), selanjutnya “ittiqa al fadalat” (menghindari sesuatu yang sia-sia)
Pandangannya Tentang Khauf (Takut) dan Raja’ (Harapan)    
Al Khauf (takut) adalah meninggalkan maksiat karena takut kepada Allah SWT.
Al Raja’ (harapan) adalah berbuat taat sebaik mungkin demi mengharap pahala.
Al Raja’ al Kadzib (harapan yang bohong) adalah terus menerus berbuat dosa.
Berangan-angan adalah takut, sedangkan harapan adalah syarat dari iman, barang siapa yang tidak memiliki rasa takut dan pengharapan maka hatinya rusak.
Pandangannya Tentang Kesedihan yang Terpuji 
Kesedihan yang terpuji adalah kesedihan terhadap hari akhir dan penyesalan terhadap dosa. Kesedihan adalah keutamaan dan bekal tambahan bagi seorang mukmin jika tidak disebabkan oleh maksiat.
Pendapatnya Tentang Hasud dan Ghibah 
“Hasad” adalah tindakan seseorang yang menuntut hilangnya nikmat atas sesama umat Islam. hasad adalah faktor yang sangat berpengaruh terhadap jauhnya dari Allah SWT. Sebab orang yang hasad tidak rela dengan ketentuan Allah SWT. Para ahli makrifat berkata : “Seorang yang hasad tidak akan dapat memimpin”. Adapun “ghibtah” maka hukumnya boleh, yaitu seseorang yang melihat suatu kebaikan atau harta pada saudaranya, kemudian berkeinginan agar seperti dia, dengan tidak mengharapkan hilangnya nikmat tersebut.
Sedangkan “ghibah” , membicarakan yang tidak disenangi  saudaramu di saat ia tiada, walaupun hal itu benar-benar terjadi terhadapnya, apabila tidak demikian maka dinamakan dengan “buhtan”. Dan itu lebih berbahaya dari ghibah. Kedua dosa tersebut tidak dapat terhapus dengan  hanya bertaubat, akan tetapi harus dengan meminta kerelaan dari yang dighibahi/dibuhtani kemudian bertaubat untuk dirinya dan siapa yang dighibai, lantas mendoakannya.
Pendapatnya Tentang Qona’ah 
Menurut ahli makrifat qanaah adalah : “Merasa cukup dengan apa yang ada, dan tidak berambisi dengan apa yang tidak ada”. Dikatakan pula : “Barang siapa yang qanaah maka ia akan lapang terhadap ahli zamannya dan lebih tinggi dari  saudaranya”.
Pandangannya Tentang Tawakal
Seorang yang bertawakal senantiasa menyandarkan urusannya kepada Allah SWT. Rela dengan apa yang telah menjadi ketentuannya. Tawakal tempatnya di hati, sedangkan aktivitas  merupakan penyebab dan tidak kontradiksi dengan tawakal. Hal ini setelah seorang hamba meyakini bahwa takdir dari Allah SWT, jikalau mengalami kesulitan maka itu adalah takdirnya, apabila ia mendapat taufik terhadap sesuatu (tercapai keinginannya) maka itu adalah kemudahan yang diberikan Allah SWT kepadanya. Syarat tawakal bagi ahli makrifat adalah : “menyibukkan raga dengan ibadah, menggantungkan hati dengan Allah SWT. Tenang dengan merasa cukup, apabila diberi ia bersyukur, kalau tidak mendapat ia bersabar”.
Para ahli makrifat selalu berbekal jarum, benang, bejana, alat pemotong, dan sedikit bekal, dengan menggantungkan hatinya kepada Allah SWT, bertawakal kepada-Nya serta menyadari bahwa segala sesuatu dari-Nya dan kembali kepada-Nya.
Seharusnya bagi seorang yang bertawakal tidak takut kecuali kepada Allah SWT, walaupun hujan tidak turun bertahun-tahun. tidak sedih karena rizki, jikalau ia bersedih karena untuk menutupi kekurangan dirinya dan keluarga maka hal itu adalah penghapus dari segala dosa-dosanya. Jika hujan tidak turun maka ia memohon rahmat dari Allah SWT. Karena tidak turunnya hujan adalah adzab Allah SWT terhadap manusia.
Pendapatnya Tentang Syukur
Arti “syukur” yang sebenarnya menurut ahli hakekat adalah : “Pengakuan terhadap nikmat Allah SWT dengan bentuk  kepatuhan. Allah SWT telah menyifati dzatnya dengan “Syakur”. Yang berarti anugerahnya yang banyak sebagai balasan amal perbuatan yang sedikit.
Jikalau anda rindu terhadap kelezatan syukur maka lihatlah siapa yang dibawahmu dalam segala urusan. Dan jangan sekali-kali melihat terhadap siapa yang  berada di atasmu. Pengakuanmu terhadap ketidakmampuan  dalam mengungkapkan rasa syukur adalah bentuk dari syukur.
Pendapatnya Tentang Keyakinan 
Menurut ahli makrifat keyakinan adalah kokohnya iman, dikatakan : “setelah makrifat adalah keyakinan kemudian pembenaran, setelah itu keihklasan, selanjutnya persaksian, kemudian ketaatan, yang hasilnya adalah pengamalan perintah dan menjauhi segala bentuk larangan serta mengikuti apa yang ada dalam alQuran dan sunnah.
Pendapatnya Tentang Kesabaran  
Menurut ahli makrifat kesabaran adalah menjauhkan diri dari segala pelanggaran, tenang ketika ditimpa lara, menampakkan kecukupan dengan kekurangan hidup yang dijalaninya. Menurut ahli makrifat : “Merasakan kepahitan tanpa bermuram wajah, sebaik-baiknya kesabaran adalah kesabaran seorang hamba dalam meninggalkan segala bentuk dosa, mengamalkan seluruh perintah dalam ketaatan dan senantiasa berpegang teguh pada alQuran dan sunnah.
Pendapatnya Tentang Muraqabah (Instospeksi)
Muraqabah (pengawasan) adalah : Pengetahuan (kesadaran) terhadap pengawasan Allah SWT bagi dirinya secara berkesinambungan. Siapapun yang memiliki pengetahuan ini  maka hendaknya senantiasa menjaga amal perbuatan, perkataan, dan apapun yang terbersit dalam sanubari dari hal-hal yang tidak disukai Allah SWT. Hendaknya ia merasakan pengawasan ini dengan terus menerus perintah dan larangan Allah SWT. Menurut ahli makrifat : “Jikalau anda bersama manusia maka jadilah penasehat (memperhatikan) hati dan nafsumu, jangan sampai keberadaan mereka melalaikanmu, sesungguhnya mereka memperhatikanmu dari segi lahiriah saja, sedangkan Allah SWT mengawasi sisi batinmu.
Pandangannya Tentang Kerelaan (Ridho) 
Menurut sebagian pendapat : Kerelaan adalah kasby (dapat ditempuh dengan usaha), pendapat lain mengatakan : Kerelaan adalah sesuatu yang bersemayam dalam hati seperti halnya ahwal (istilah dalam kesufian mengenai suasana hati), kerelaan adalah meninggalkan segala bentuk penentangan (ketidakpuasan) terhadap ketentuan Allah SWT.
Pandangannya Tentang Ubudiyah (Penghambaan diri) 
Menurut ahli makrifat ubudiyah (penghambaan) terbagi kepada empat bagian  yaitu : “Menepati janji, menjaga segala had (keputusan, hukum agama), rela dengan apa yang ada, sabar terhadap apa yang tidak ada.
Pandangannya Tentang irodah (Keinginan)
Iradah (keinginan, obsesi) adalah meninggalkan kebiasaan dalam mengikuti hawa nafsu, menumpuk harta, cinta dunia dsb. Hakekat iradah adalah kebangkitan hati dalam menuntut hak Allah SWT.
Pandangannya Tentang Istiqomah
Istiqamah adalah  kekokohan dalam berpijak di atas jalan yang lurus. Yaitu dengan mengikuti alquran dan sunnah dan senantiasa berpegang teguh dengan adab-adab syariat, takwa kepada Allah SWT. Lahir batin tidak terombang-ambing. Tanda para pemula (dalam suluk) adalah dengan tidak mengotori amal perbuatannya (dengan dosa) walau sekejap. Tanda dari ahli tawasut (tahapan pertengahan) tidak adanya kesulitan mengenai hubungannya (dengan Allah) walau sesaat, sedangkan tanda dari ahli nihayaat (tahapan akhir) kemampuan tidak mencampur-adukkan segala bentuk pertimbangan dalam agama (hujjah).
Sebagian ahli makrifat berkata : “Jadilah orang yang istiqamah bukan pencari karamah, sesungguhnya nafsumu mengajak untuk menuntut karamah, sedangkan Tuhanmu menuntutmu untuk beristiqamah.
Pandangannya Tentang Keikhlasan 
Keikhlasan adalah : menjadikan ketaatan hanya untuk Allah SWT. Yaitu keinginan menjadikan amal taatnya hanya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT bukan untuk yang lainnya seperti kepura-puraan terhadap manusia, mencari pujian, cinta sanjungan manusia. Para ahli makrifat berkata : “Riya’ tidak dapat diketahui oleh orang yang ikhlas. Dan sidq (kebenaran dalam bertindak) adalah pedang Allah SWT, apabila diletakkan di atas sesuatu maka ia akan memotongnya.
Pandangannya Tentang Haya’ (Malu)
Menurut ahli makrifat haya’ (perasaan malu) terbagi kepada hal berikut :
1.    Malu karena perbuatan salah, seperti malunya Adam as.
2.    Malu karena kekurangan diri dalam berbuat, seperti malunya para malaikat, mereka berkata : “Kami belum mampu untuk menyembah engkau (wahai Allah SWT) dengan sebenarnya.
3.    Malu karena keagungan, sebagaimana Israfil as saat merendahkan sayapnya karena malu kepada Allah SWT.
4.    Malu karena dermawan, seperti malunya Rasulullah Saw. Beliau malu terhadap para tamunya untuk keluar, Allah berfirman : ولا مستأنسين لحديث   Artinya : “Tanpa asyik memperpanjang percakapan”.
5.    Malu karena kesopanan, seperti malunya Ali Ra. Tatkala malu untuk bertanya kepada Rasulullah Saw. Tentang hukumnya madzi karena keberadaan Fatimah Ra.
6.    Malu karena kehadiran Allah SWT. Seperti malunya Musa as. Saat berkata kepada tuhannya : “Sesungguhnya aku punya keinginan akan tetapi malu untuk meminta kepadaMu”. Allah berfirman : “Mintalah kepadaku walaupun air adonan rotimu dan makanan hewanmu”.
7.    Malu karena kemulyaan, sebagaimana malunya Allah SWT terhadap hambanya ketika menghadirkan kitab tentang keputusan keberadaan seorang hamba setelah melewati shirat (jembatan neraka), di dalamnya terdapat apa yang telah engkau perbuat, maka Aku malu untuk memperlihatkannya kepadamu, pergilah, engkau sudah Aku ampuni.
Pandangannya Tentang Hurriyah (Kebebasan)
Al hurriyah (kebebasan) secara bahasa berarti al khulus (pelepasan). Kebebasan dzat berarti pelepasan dirinya dari sesuatu yang tercela. Menurut ahli hakekat kebebasan merupakan kemurnian dzat dari cinta dunia, cinta martabat, kemasyhuran atau ketergantungan perasaan kepada selain Allah SWT.
Pandangannya Tentang Dzikir 
Dzikir terbagi menjadi dua : Dzikir dengan lisan, kemudian dzikir dengan hati, ketahuilah bahwa dzikir adalah tahap pertama dalam tarekat yang diawali dengan dzikir dengan lisan, kemudian dzikir hati dengan bersusah payah, kemudian secara naluriah, kemudian objek dzikir meliputi hati secara naluriah. Dan petunjuk Allah SWT terdapat setelah tahapan tersebut.
Pendapatnya Tentang Futuwah (Kerendahan Diri)
Para ahli makrifat berkata: “Futuwah adalah berlapang dada terhadap kesalahan saudara sesamanya”. Dikatakan pula :”Futuwah adalah dengan tidak melihat dirimu lebih mulya dari orang lain. Sedangkan muruah (keperwiraan) merupakan bagian dari futuwah”.
Pandangannya Tentang Firasat
Firasat berasal dari kuatnya iman. Dalam hadist diriwayatkan: “Takutlah kalian terhadap firasat seorang mukmin, karena sesungguhnya ia melihat dengan nur (cahaya petunjuk) Allah SWT.” Para ahli makrifat berkata: “Firasat adalah bersitan dari cahaya ghaib dalam hati, dan penetapan pengetahuan terhadap makna yang terkandung dari hal yang tersembunyi dari ghaib kepada yang ghaib, sehingga dapat menyaksikan segala sesuatu yang dipersaksikan Allah SWT kepadanya”.
Para ahli makrifat berkata: “Barang siapa yang menundukkan matanya dari segala yang tidak diperbolehkan agama, dan menahan dirinya terhadap segala bentuk syahwat dan senantiasa memakmurkan hatinya dengan muraqabah (menyadari pengawasan Allah SWT),  mengikuti sunnah dalam tindakannya, membiasakan dirinya mengansumsi makanan halal, maka firasatnya tidak akan meleset.
Pandangannya Tentang Akhlak yang Terpuji
Yaitu berbuat baik terhadap siapa yang menyakitimu, mengasihi makhluk Allah SWT walaupun ia musuhmu. Tingkatan paling rendah dari akhlak yang terpuji adalah memikul segala  derita. Dan akhlak yang terpuji adalah sebagian dari iman.
Pandangannya Tentang Al Jud (Kemurahan Hati) dan Al Sakha’ (Kedermawanan)
Al Sakha’ menurut  ahli makrifat adalah tingkatan pertama, baru kemudian al Jud, dan tingkatan selanjutnya adalah al istar (pengutamaan yang lain). Barang siapa yang memberi sebagian dan menyisakan sebagian maka ia disebut orang yang sakha’, siapa yang mengeluarkan yang lebih dan menyisakan lebih sedikit untuk dirinya maka ia disebut orang yang jud, dan barang siapa yang menginfakkan seluruh hartanya dan bersabar dengan rasa lapar maka ia disebut orang yang itsar.
Pandangannya Tentang Al Ghirah (Kecemburuan)
Ghirah dari seorang hamba terhadap Allah SWT adalah dengan tidak menjadikan sedikitpun dari keadaannya, nafasnya untuk selain Allah SWT.
Jikalau Allah SWT menyifati dzatNya dengan ghirah maka berarti tidak rela adanya sekutu terhadap hakNya dari ketaatan hambanya.
Pendapatnya Tentang Kewalian 
Tanda seorang wali tiga perkara yaitu : kesibukannya dengan Allah SWT, pengembalian segala urusannya kepada Allah SWT, keinginannya hanya Allah SWT.
Pendapatnya Tentang Doa
Rasulullah Saw. Bersabda : “Doa adalah otak dari ibadah”. Dan doa adalah tanda kepahaman terhadap ibadah.
Sebagian kalangan berpendapat doa adalah diam tiada bergeming di bawah ketentuan hukum,  kemudian rela dengan apa yang telah menjadi pilihan Allah SWT, dan itu lebih utama.
Pendapatnya Tentang Kefakiran
Kefakiran perlambang para wali, hiasan orang-orang tulus, dan pilihan Allah SWT untuk manusia pilihanNya dari para Nabi, orang-orang yang bertakwa, dan orang-orang fakir, hamba-hamba pilihanNya dan tempat penitipan rahasia-Nya.
Para ahli makrifat berkata : “Orang-orang membicarakan kefakiran dan kekayaan (tidak butuh uluran tangan orang lain) apa yang lebih utama?” beberapa kalangan dari mereka berkata: “Yang utama, seorang yang memenuhi kebutuhannya setelah itu menjaga diri terhadapnya (harta kekayaan)”
Pandangannya Tentang Tasawwuf 
Sufi berasal dari suf (kain wol) yaitu seorang yang memakai kain wol, dan maksudnya saat ini adalah sekelompok individu tertentu yang menghiasi dirinya dengan ibadah dan sibuk dengan penyucian hati, sedangkan hakekat dari tasawuf adalah ketika al Haq (Allah SWT) mematikan dirimu dan denganNya dirimu hidup. Menurut para ahli makrifat:”Tasawuf adalah memasuki setiap akhlak yang tinggi dan keluar dari setiap akhlak yang rendah. Tanda seorang sufi yang agung adalah menjadikan dirinya laksana bumi yang setiap kejelekan dilemparkan kepadanya akan tetapi sang bumi tetap mengeluarkan yang manis.”

Pandangannya Tentang Adab
 
Hakekat adab adalah terkumpulnya setiap sifat yang terpuji, orang yang beradab adalah orang yang terdapat pada dirinya segala sifat yang terpuji, seorang hamba dengan ketaatannya dapat sampai kepada surga, dan dengan adab dalam ketaatannya dapat sampai kepada Allah SWT.
Beberapa ahli makrifat berkata : Adab ahli dunia dalam kefasihan dan balagah (keindahan tatanan bahasa Arab) adalah dengan menjaga ilmu-ilmunya, nama-nama raja, dan syair-syair Arab. Sedangkan adab ahli akhirat adalah dengan melatih jiwa dan menggembleng raga serta menjaganya dari hawa nafsu. Adapun adab orang-orang khusus adalah penyucian hati, menjaga segala rahasia, menepati janji, menjaga waktu, tidak sering melihat kepada kata perasaan, beradab baik dalam posisinya sebagai seorang pencari. Dan waktu-waktu penghadiran terdapat dalam maqam-maqam kedekatan.
Pandangannya tentang Safar (Bepergian)
Bepergian ada dua macam: Bepergian dengan badan, yaitu berpindah dari satu ke tempat yang lain. Dan bepergian dengan hati, yaitu naiknya dari satu sifat kepada sifat yang lain.
Pandangan Tentang Assuhbah (Bersahabat)
Bersahabat ada tiga macam: “Bersahabat dengan siapa yang berada di atasmu, hal ini pada hakekatnya adalah keselamatan, kemudian bersahabat dengan siapa yang berada di bawahmu,
dalam hal ini seorang yang diikuti hendaknya senantiasa  bersikap  istar (mengedepankan orang lain), kasih sayang, dan futuwah (kedermawanan).
Pandangannya Tentang Keadaan di Saat Kematian
Sebagian dari mereka yang tampak padanya adalah kewibawaan, sebagian lain tampak padanya pengharapan, sebagian lagi tampak pada mereka keadaan yang menjadikan dirinya diliputi dengan ketenangan dan kasih sayang.
Pandangannya Tentang Makrifat 
Seorang yang Arif adalah yang mengetahui Allah SWT dengan asma dan Sifat-sifatNya. Kemudian setiap tindak tanduknya benar-benar hanya untuk Allah SWT. Menghilangkan akhlak yang hina serta segala faktor-faktor penyebabnya. Kemudian dalam waktu panjang bersimpuh di depan pintu (Allah SWT), hatinya senantiasa bersamanya, lantas segala penghaturannya diterima oleh Allah SWT, setiap keadaanya benar-benar untuk Allah SWT, segala yang membahayakan jiwanya sirna, hatinya tidak mendengar apa selain Allah SWT. Maka akhirnya, di antara para makhluk ia laksana orang asing, terlepas dari segala yang membahayakan jiwanya, bersih dari segala keacuhan dan perhatian, munajatnya terhadap Allah SWT terus-menerus secara tersembunyi, setiap saat ia benar-benar mengembalikan segala urusannya kepada Allah SWT. Maka jadilah ia orang yang kata-katanya bersumber dari Allah SWT, dengan pengetahuan munajat dan rahasia-rahasiaNya yang terdapat dalam ketentuan kodrat-Nya, pada saat itulah ia dinamakan seorang yang Arif, keadaannya dinamakan keadaan yang diliputi pengetahuan. Dzun nun –semoga Allah SWT merahmatinya-  berkata tanda orang Arif ada tiga :
1.    Cahaya makrifatnya tidak memadamkan cahaya wara’nya (kehati-haitannya)
2.    Tidak meyakini adanya hikmah syariah dan ilmu secara batin, yang tidak sesuai dengan tuntutan syariat secara lahiri. Maksudnya : tidak ada sesuatu yang bertentangan dengan syariat.
3.    Banyaknya nikmat Allah SWT terhadapnya tidak menggiringnya kepada  perbuatan yang tidak diperbolehkan oleh Allah SWT.
Pandangannya Tentang Mahabbah (Cinta) 
Cinta berasal dari Allah SWT untuk hambaNya, terkadang dari hamba untuk Allah SWT, adapun cinta Allah SWT terhadap hambaNya terdapat pada kehendakNya dalam memberikan nikmat khusus terhadap hambaNya. Adapun cinta hamba terhadap Allah SWT terjadi ketika seorang hamba mendapatkan dalam hatinya sebuah keadaan yang sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata, terkadang keadaan tersebut membawanya kepada pengagungan dan mengedepankan ridlo Allah SWT, tidak dapat bersabar terhadapNya dan sangat membutuhkanNya, tidak dapat berpisah dari-Nya, terdapat ketenangan disaat hatinya mengingatNya, dan kerinduan melebihi sebuah cinta, dan isytiyaq (merindukan) melebihi dari syauq (kerinduan). Syauq (Kerinduan) adalah keinginan hati untuk bersua dengan dzat yang dicinta. Kerinduan terobati dengan perjumpaan dan pandangan. Adapun isytiyaq (merindukan ) tidak dapat sirna dengan perjumpaan.
Pandangannya Tentang Menjaga Hati Syekh
Seorang murid harus menjaga hati para syekhnya, meninggalkan pertentangan terhadapnya. Seorang murid hendaknya menjaga hati guru pembimbingnya dan tidak menentangnya. Menafsirkan segala perbuatan dan perkataannya dengan baik. Barang siapa yang bersama Syekh kemudian hatinya menginkarinya maka ia telah melanggar peraturan bersahabat dan bersamanya. Para ahli makrifat berkata : “Barang siapa yang berkata kepada guru dan syekhnya : (kenapa?) maka ia tidak beruntung”.
Pandangannya Tentang Karomah Wali 
Penampakan karamah para wali dapat terjadi, tidak ada yang melarang kebolehannya, dan keberadaan karamah terhadap umat adalah kebenaran. Karamah tidak terdapat kepada seluruh wali, siapa yang pada dirinya terdapat sifat-sifat kewalian dan tidak tampak darinya karamah maka kewalian tidak tercemar karenanya. Para wali dalam penampakan kewaliannya berbeda satu dengan yang lain, kebanyakan dari mereka tidak menampakkannya, sebagian yang lain menampakkannya, agar kebenarannya tampak dan tarekatnya dapat dijaga, sehingga umat manusia dapat mensuri tauladaninya dan bertaubat dari segala maksiat dengan barokahnya.
Pandangannya Tentang Wasiat Ahli Makrifat Terhadap Murid
Seyogyanya bagi seorang murid untuk mengetahui ilmu dari kitab-kitab fiqih seperti“at Tanbih” karya Abu Ishak, “Minhaj” karya Imam Nawawi, dan dari kitab-kitab suluk (tasawuf) kitab-kitab karya Imam Ghazali seperti “Minhaj al Abidin”,  “al Arbain al Ashl”, “Ihya Ulumiddin”, “Nasyr al Mahasin” atau “al Irsyad” karya al Yafi’ie. Hal itu agar akidah dan ibadahnya benar, dan mengikuti madzhab as Syafiie dalam bidang fiqh, yang merupakan salah satu dari madzhab yang ada. Meninggalkan keringanan-keringanan agama kecuali dalam keadaan mendesak, mengikuti seorang syekh dan menempuh jalan ke surga. Dan hendaklah ia  menyampaikan kepada syekhnya apa yang tersirat dalam benaknya, serta apa yang dilihat dalam tidurnya untuk membedakan  bisikan Allah SWT dan bisikan syetan,  menjelaskan kepadanya tentang maqam dan segala ilmunya juga amalan yang ada di dalamnya.
Pandangannya Tentang Pakaian 
Ketahuilah bahwa ijtihad mereka dalam hal pakaian berbeda satu dengan yang lain. Dari mereka ada yang berpakaian seadanya tanpa memberatkan diri, dan menyuruh para murid untuk memakai pakaian seadanya. Sebagian yang lain ada yang tidak suka memiliki pakaian lebih dari satu, sebagian lagi ada yang memperbolehkan memiliki dua pakaian untuk berhati-hati dalam bersuci, maksudnya: apabila pakaian satunya najis, maka ia memakai pakain yang lain.
Pandangannya Tentang Assama’ (Mendengarkan) 
Ketahuilah bahwa mendengar bait-bait syair dengan alunan nada yang indah dan enak dalam pendengaran, jikalau bukan hal yang haram, atau tidak mendengar sesuatu yang dicela syariat maka hukumnya secar global boleh. Sudah disepakati bahwa bait-bait syair pernah dilantunkan di hadapan Nabi Muhammad Saw. Beliau menyimaknya dan tidak menginkarinya.
Banyak kalangan ulama yang memiliki karya dalam bidang ini, Imam Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali dalam kitabnya “Ihya Ulumiddin” di akhir pembahasan “al Sama’ wal Wajd” berkata: “Bahwasanya sama (menyimak) terkadang hukumnya haram, terkadang mubah, bahkan kadang-kadang mustahab, atau makruh.
Adapun yang diharamkan adalah sama oleh kebanyakan para pemuda, dan siapapun yang dirinya masih di pengaruhi oleh keduniaan, karena sama menggerakkan hati sesuai dengan apa yang ada di dalam hatinya dari sifat-sifat yang tercela.
Sedangkan yang makruh adalah  sama yang dilakukan atas dasar tradisi pada kebanyakan waktu, sebagai hiburan dan main-main tidak ada kaitannya dengan keadaan hati.
Hukumnya mubah bagi siapa yang asyik mendengarkannya karena lantunan suara yang indah.
Adapun sama menjadi mustahab, bagi mereka yang dirinya dikuasai oleh cinta kepada Allah SWT. Dan sama mengajak dirinya kepada sifat-sifat yang terpuji.
Wallohu a’lam

0 komentar:

Posting Komentar