Kamis, 09 April 2015

Hamas vs ISIS, Sebuah Akhir yang Pahit


ISIS menguasai Yarmouk


Dengan dikuasainya sebagian besar wilayah Kamp Yarmouk, tempat pengungsi Palestina berlindung di Suriah, gugur sudah argumen kelompok teroris bahwa mereka adalah pembela Palestina. Dari laporan John Hall, kontributor Dailymail.uk, disebutkan bahwa Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) telah menguasai lebih dari 90% Kamp Yarmouk, sekitar 100 pengungsi Palestina diculik, dua anggota kelompok Hamas dipenggal, dan pemuka Palestina di Gaza bersumpah akan menuntut balas.
Di awal konflik, seringkali kelompok pendukung teroris dari berbagai faksi baik itu Free Syrian Army, Jabhat al-Nusra, ataupun ISIS (yang saat itu masih akur) menyatakan dengan lantang bahwa tujuan mereka menggulingkan Bashar al-Assad atau menguasai Suriah, adalah untuk membebaskan Palestina. Argumen yang jauh dari logis dibangun untuk meyakinkan masyarakat bahwa pihaknya merupakan pejuang yang berjihad di jalan Allah.
Namun setelah empat tahun, kini dunia bisa melihat seterang-terangnya, siapakah jati diri mereka yang sebenarnya. Alih-alih mengayomi penduduk Palestina, Kamp Yarmouk ini malah dijadikan lokasi perang antar berbagai faksi, dan tak jarang pengungsi Palestina dijadikan tameng hidup.
John melaporkan, ISIS telah mengepung Yarmouk dan dengan kejam memenggal salah satu pemimpin Hamas. Ia menyebutkan, ISIS memposting gambar mengerikan yang menunjukkan dua kepala anggota Hamas yang telah dipenggal tersebut.
Kebiadaban ISIS yang mengeksekusi anggota Hamas, dan jatuhnya korban jiwa dalam pertempuran di Yarmouk, telah mengakibatkan kemarahan yang luar biasa di Jalur Gaza. Ratusan pendukung Hamas bersumpah akan membalas dendam — balas dendam atas darah yang tertumpah – terhadap ISIS.
Seorang aktivis yang berada di daerah di sebelah selatan Damaskus, Hatem al-Dimashqi, mengatakan banyak warga mulai meninggalkan kamp pada tengah malam setelah pertempuran reda. Hingga saat ini, menurutnya, sebanyak 2.000 penduduk telah meninggalkan kamp dan mengungsi ke wilayah lain seperti Yalda, Babila and Beit Sahem. PBB melaporkan bahwa saat ini ada sekitar 18.000 warga sipil, yang sebagian besar adalah anak-anak, terjebak di dalam kamp.
Di Gaza, beberapa ratus pendukung kelompok Hamas menggelar pawai di kamp pengungsi Jebaliya untuk mengecam ISIS yang merebut Yarmouk.
“Darah Palestina tidak murah,” ujar Mohammed Abu Askar, seorang pemimpin Hamas, dan ia mengancam akan balas dendam atas serangan ISIS di Yarmouk.
Sementara itu, juru bicara Front Populer untuk Pembebasan Palestina yang berbasis di Damaskus, Anwar Raja, menyatakan bahwa beberapa faksi pro-pemerintah Suriah telah bersatu untuk merebut dan mempertahankan kamp. Namun melihat adanya ratusan warga yang diculik/ ditangkap oleh ISIS, maka menurutnya, prioritas utama saat ini adalah mengevakuasi warga sipil yang masih terjebat di zona berbahaya tersebut.
Khaleed Meshal memegang bendera FSA
Khaleed Meshal memegang bendera FSA
Hamas, Suriah, dan Kekecewaan Assad
Ada yang menggelitik dari laporan yang disampaikan oleh John, dengan menyebutkan bahwa dua anggota Hamas yang dipenggal tersebut sebagai ‘anggota Aknaf Bait al-Maqdis’, yaitu kelompok yang loyal/ beraffiliasi dengan Hamas, namun anti terhadap pemerintah Suriah yang dipimpin Bashar al-Assad.
Hal ini tentu akan mengingatkan kita kembali kepada sikap yang diambil Hamas dalam krisis Suriah, yang pada awalnya mendukung kelompok Free Syrian Army, padahal selama bertahun-tahun Hamas didukung penuh oleh Suriah.
Puncaknya, ketika pada tahun 2012, Kepala Biro Politik Hamas Khaleed Meshal meninggalkan Suriah dan menuju Qatar. Foto-foto Meshal yang seolah-olah tengah menikmati ‘liburan’ juga banyak beredar sehingga menimbulkan berbagai komentar sinis.
Bashar al-Assad tak kalah sinis. Dalam sebuah pidato, Assad menyebut bahwa ‘ada sekelompok orang Palestina yang memperlakukan negaranya seperti sebuah hotel — meninggalkan Suriah itu ketika wilayahnya berada dalam kondisi sulit’.
Khaleed Meshal di Qatar
Khaleed Meshal di Qatar
Dan, kita pun tidak bisa menutup mata dari sepak terjang Qatar dalam mendukung kelompok teror di Suriah.The Washington Times melaporkan,
Pemerintah Qatar sengaja menutup mata atas kelakuan pihak/ individu yang menyalurkan dana kepada kelompok ekstremis ISIS di Timur Tengah, kendati negara ini tergabung dalam pasukan koalisi yang dipimpin Amerika Serikat (AS) untuk memerangi ISIS.
Foundation for Defense of Democracies menyebutkan bahwa tantangan yang dihadapi saat ini adalah pendanaan teror yang berbasis di Qatar. Yayasan ini mensinyalir adanya aliran uang dari pihak perorangan Qatar tidak akan terputus jika tidak ada perubahan serius dalam kebijakan AS.
Memang, pejabat pemerintahan Qatar membantah bahwa pihaknya telah mendukung kelompok ISIS, dan mengaku hanya mendanai kelompok-kelompok yang mereka sebut ‘moderat’ dan telah berkoordinasi dengan CIA ataupun intelejen Barat lainnya.
Namun tak lama berselang terkuak laporan bahwa memang ada aliran dana dari pihak perorangan/ individu/ swasta dari Qatar kepada kelompok-kelompok ekstremis. Mereka membiayai kelompok ISIS, Khorasan Group, Al-Nusra, Al-Qaeda in Arabian Peninsula (AQAP-Yaman), al-Shahab (Somalia), Taliban (Afghanistan), dan Laskar –e-Thaiba.
AS mengakui bahwa pemerintahan Qatar memberikan toleransi terhadap pembiayaan kelompok-kelompok tersebut, dan kondisi ini masih menjadi perdebatan di kalangan badan intelejen dan keamanan.
Laporan-laporan yang menyebutkan bahwa Qatar memiliki andil besar dalam membiayai kelompok ini telah banyak beredar. Ya, kendati pemerintah Qatar menyatakan tidak membantu ektremis, tetapi pihaknya memberikan toleransi bagi individu maupun swasta yang menyalurkan dana kepada kelompok-kelompok teror ini. Dalam Islam, bukankah membantu penjahat dianggap sama dengan melakukan kejahatan itu sendiri?
Akhir yang Teramat Pahit
Puluhan tahun sudah rakyat Palestina menjadi pengungsi di Suriah, dan Kamp Yarmouk merupakan kamp terbesar, yang di dalamnya terdapat berbagai fasilitas seperti sekolah, masjid, dan rumah sakit. Rakyat Palestina hidup dengan damai dan nyaman, mendapatkan hak dan fasilitas sebagaimana warga Suriah asli, diperkenankan memiliki properti ataupun usaha, hanya saja, mereka tidak bisa menjadi pegawai negeri, karena status mereka tetaplah penduduk Palestina.
Kedamaian itu berakhir ketika pemberontakan Suriah meletus, dan keputusan Hamas untuk mendukung pihak pemberontak, lalu berlindung di Qatar, adalah sebuah keputusan yang sangat disayangkan. Kini, ISIS yang mendapatkan dana dari Qatar, terang-terangan mengobrak-abrik Yarmouk, dan melakukan aksi kejam kepada rakyat Palestina.
Di satu sisi, pemuka Hamas di Gaza bersumpah akan balas dendam kepada ISIS, namun di sisi lain, kita juga menyaksikan pemimpin Hamas yang berlindung di Qatar, negara pendukung ISIS. Bagaimanakah akhir dari balas dendam ini? Kita masih harus menunggu. (liputanislam.com)

0 komentar:

Posting Komentar