Selasa, 16 Desember 2014

Islam di Patani, Thailand Selatan : Negeri Islam yang Hilang (Bagian 1)


www.majalah-alkisah.comUpaya menjaga “tradisi nenek moyang” menjadi bagian dari identitas terkuat bagi keluarga muslim Melayu di Thailand Selatan yang berbeda dengan kebanyakan masyarakat Thai lainnya.
Pattani adalah salah satu provinsi di selatan Thailand. Patani terletak di Semenanjung Melayu dengan pan­tai Teluk Thailand di sebelah utara. Di bagian selatannya terdapat gunung-gunung dan taman negara Budo-Sungai Padi yang berada di perbatasan Provinsi Yala (Jala) dan Narawitha (Menara). Di sini, juga terdapat beberapa tumbuhan unik seperti Palma Bangsoon dan rotan Takathong. Di kawasan perbatasan de­ngan Songkhla dan Yala, terdapat pula taman rimba yang terkenal dengan air terjunnya, Namtok Sai Khao.
Memperbincangkan Islam di Patani, sungguh telah terbentang sejarah pan­jang. Dulu, Patani adalah sebuah kera­ja­an Melayu Islam berdaulat, mempunyai ke­sultanan tersendiri. Namun, pada per­tengahan abad ke-19, Patani menjadi kor­ban penaklukan Kerajaan Siam (Thailand).
Penaklukan Siam terhadap Patani ta­hun 1962, mendapat pengakuan Britania Raya. Untuk mengukuhkan kedudukan­nya di Patani, di tahun 1902, Kerajaan Siam melaksanakan undang-undang The­saphiban. Dengan ini, sistem peme­rintahan kesultanan Melayu telah di­hapus­kan. Dengan ditandatanganinya Perjanjian Bangkok tahun 1909, Patani diakui Britania sebagai bagian dari ja­jah­an Siam walaupun tanpa mempertim­bangkan aspirasi penduduk asli Melayu Patani.
Patani adalah satu dari empat pro­vinsi Thailand yang mempunyai mayo­ritas penduduk beragama Islam (80%). Nama Patani sendiri berasal dari bahasa Melayu logat setempat, yakni “Pata” (pan­tai) dan “Ni” (ini). Patani juga berasal dari bahasa Arab yang artinya “kebijaksana­an” atau “cerdas”, karena di sana tempat la­hirnya banyak ulama dan cendekiawan dari berbagai golongan dari tanah Melayu (Jawi). Patani juga dikenal sebagai Se­rambi Makkah yang juga disebut “Fattani Darussalam”.

Penyerahan “Bunga Emas”
Daerah yang sekarang disebut Thai­land selatan pada masa dahulu berupa kesultanan-kesultanan yang merdeka dan berdaulat. Di antara kesultanan yang terbesar adalah Patani.
Muslim Patani hidup di empat wilayah selatan Thailand, yaitu Narathiwat, Patani, Songkhla, dan Yala. Mereka orang Melayu yang menjadi minoritas di negeri Thailand, tapi mayoritas di wilayah bagian selatan. Umat Islam Patani ini disebut khaek (tamu), yang berarti orang asing, bukan pen­duduk asli. Predikat itu disertai pen­jajahan struktural maupun kultural.
Thailand Selatan sejatinya memang tidak senapas dengan Thailand secara keseluruhan. Sebelum abad XV, Provinsi Patani, Yala, Narathiwat, dan Satun ber­ada di bawah naungan Kesultanan Patani yang diperebutkan oleh Kerajaan Siam di utara dan Kesultanan Malaka di selatan. Walau secara budaya dekat de­ngan Malaka, secara politik Patani di bawah pengaruh Siam.
Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada 1511, membuat Patani harus me­nyerahkan ”bunga emas’’ atau upeti ke­pada Siam agar wilayahnya tidak di­ganggu. Namun simbol penyerahan upeti ini dianggap Siam sebagai penyerahan kedaulatan.
Kemudian, lemahnya Siam, terlebih se­telah diserbu oleh pasukan Burma, mem­buat Patani kemudian tak lagi me­nyerahkan upeti.
Pada abad keempat belas, masuklah Islam ke kawasan itu, raja Patani per­tama yang memeluk Islam ialah Ismail­syah. Pada 1603 Kerajaan Ayuthia di Siam menyerang Kerajaan Patani na­mun serangan itu dapat digagalkan.
Pada 1783 Siam pada masa raja Rama I Phra Culalok menyerang Patani dibantu oleh oknum-oknum orang Patani sendiri, Sultan Mahmud pun gugurlah, meriam Sri Patani dan harta kerajaan dirampas Siam dan dibawa ke Bangkok.
Maka Tengku Lamidin diangkat se­bagai wakil raja atas perintah Siam tetapi kemudian ia pun berontak lalu dibunuh dan digantikan Dato Bangkalan, tetapi ia pun memberotak pula.
Pada masa raja Phra Chulalongkorn tahun 1878 M Siam mulai mensiamisasi Patani sehingga Tengku Din berontak dan Kerajaan Patani pun dipecahlah dan unit kerajaan itu disebut Bariwen.
Sebelum peristiwa itu terjadi sesung­guhnya pada 1873 M Tengku Abdulqadir Qamaruzzaman telah menolak akan peng­hapusan Kerajaan Patani itu. Ke­raja­an Patani dipecah dalam daerah-daerah kecil Patani, Marathiwat, Saiburi, Setul, dan Jala.
Tahun 1902 Patani bersama Kedah, Perlis, Kelantan, dan Trengganu resmi di bawah kekuasaan Siam. Perjanjian Siam-Ing­gris tahun 1909 memaksa Siam me­nyerahkan semua daerah di atas kepada Inggris kecuali Patani.Inggris pun meng­akui bahwa daerah-daerah itu termasuk kawasan Kerajaan Siam.
Pada 1923 M, beberapa madrasah Islam yang dianggap ekstrem ditutup, da­lam sekolah-sekolah Islam harus diajar­kan pendidikan kebangsaan dan pendi­dikan etika bangsa yang diambil dari inti sari ajaran Buddha.
Tahun 1933 Siam membagi Patani menjadi tiga provinsi, Narathiwat, Patani, dan Yala. Dan pada tahun 1939 M, Nama Siam diganti dengan “Muang Thai”. Ba­hasa Siam menjadi bahasa kebangsaan di kawasan Selatan, di sekolah-sekolah merupakan bahasa resmi, tulisan Arab Melayu digantikan tulisan Siam yang berasal dari Palawa.

Sebatas Adat
Jumlah umat Islam keseluruhan di Patani lebih dari 3 juta jiwa, sedangkan mayoritas penduduk Thailand beragama Buddha. Kaum muslim di Thailand sendiri ter­bagi menjadi dua bagian. Muslim Me­layu dan muslim non-Melayu, dengan persentase 80%: 20%.
Hingga saat ini, 80% (sekitar 2,6 juta) penduduk ketiga provinsi ini menganut agama Islam, berbudaya dan berpakaian Melayu, dan menggunakan bahasa Me­layu Jawi sebagai bahasa ibu. Namun, ekspresi spiritual dan budaya mereka se­nantiasa terancam.
Pada saat-saat tertentu anak-anak sekolah pun harus menyanyikan lagu-lagu bernapaskan Buddha dan kepada guru harus menyembah dengan sembah Buddha. Kementerian pendidikan memu­tar balik sejarah: dikatakannya bahwa orang Islam itulah yang jahat ingin me­nentang pemerintahan sah di Siam dan men­jatuhkan raja.
Orang-orang Islam tidak diperboleh­kan mempunyai partai politik yang berasas Islam, bahkan segala organisasi pun harus berasaskan kebangsaan. Pe­merintah pun membentuk semacam pang­kat mufti yang dinamakan “Cula­mantri”.
Pada saat-saat tertentu dipamerkan pula segala persenjataan berat, alat-alat militer. Lalu mereka mengundang ulama untuk melihat-lihat, dengan harapan akan tumbuh rasa takut untuk berontak. Akan tetapi orang-orang yang teguh dalam ke­islamannya itu tetap berjuang untuk me­negakkan sebuah negeri yang berdaulat berasas Islam, Republik Islam Patani.
Segala upacara yang sekuler dikerja­kan dan Islam hanya terbatas pada adat, partai-partai pun tidak mau berdasarkan Islam dan tetap sekuler walaupun adat agama adakalanya dibawa juga seperti salam dan bismillah seperti tercantum dalam konstitusinya itu.
Transformasi dari loyalitas primordial ke loyalitas kepada negara dalam rangka menciptakan intergrasi nasional biasanya merupakan agenda utama di negara-ne­gara yang proses perwujudan gagasan negara-negaranya belum selesai.
Agenda ini menjadi sangat pelik apa­bila negara bersangkutan plural dalam etnis, budaya, dan agama. Berdasarkan kategori primordial itu, negara tersebut me­miliki kelompok mayoritas dan mino­ritas, kelompok minoritas hendak dipaksa untuk diintegrasikan ke dalam kelompok mayoritas. (Majalah Alkisah)

0 komentar:

Posting Komentar