Selasa, 20 Januari 2015

KH Al Bantani: Nahdliyin Jangan Mau Di peralat Takfiri




Pada Kamis 18 Desember 2014, Aswaja Center PWNU Jatim yang bekerja sama dengan MUImengadakan seminar bertajuk “Menyikapi Konflik Sunni-Syiah dalam Bingkai NKRI”  di Surabaya. Hadir dalam seminar ini, Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat Dr KH Kholil Nafis Lc MA,  Prof Dr Mohammad Baharun SH MA (Ketua Komisi Hukum MUI Pusat), Habib Ahmad Zein al-Kaf (Ketua Al-Bayyinat Jatim), dan Prof Dr Musta’in Masyhud (Unair). Dalam acara itu, KH Kholil diberitakan oleh website muslimmedianews (yang mengaku mengutip dari antarajatim.com), mengeluarkan pernyataan, “Aliran Wahabi, Syiah, dan aliran radikal lainnya bisa menghancurkan NU sebagai aliran moderat pada 2030.”
Pernyataan yang berpotensi memecah-belah umat muslim Indonesia ini mendapatkan tanggapan tegas dari ulama muda NU yang aktif menyuarakan persatuan umat demi keutuhan NKRI, KH Alawi Nurul Alam Al-Bantani. Menurut beliau, acara itu tidak mengatasnamakan NU secara umum, sehingga tidak bisa dijadikan rujukan.
Untuk mengetahui lebih jauh bagaimana sebenarnya posisi NU dalam masalah Sunni-Syiah, LI mewawancarai KH Al Bantani. Berikut kutipan pembicaraan kami.
LI: Pak Kyai, mengapa terlihat ada perbedaan pendapat di antara ulama NU?
KH Al Bantani : Pendapat yang disampaikan oleh salah seorang ulama NU tidak bisa dengan serta merta dianggap sebagai pendapat lembaga NU. Karena secara kultural NU sendiri mengakomodasi berbagai macam perbedaan pendapat tersebut. Para Kyai NU memperoleh ilmunya dengan cara bermacam-macam, mereka berguru kepada orang yang berbeda-beda, kitab-kitab yang dibacanya pun berbeda. Karena itu, di dalam internal NU sendiri ada kaidah fi kulli ra’sin ra’yun.
Maka dari itu, tidak ada keharusan bagi warga Nahdliyin untuk mengikuti pendapat yang disampaikan kyai tertentu. Jika ada perbedaan pendapat secara internal di antara kyai NU, secara kultural biasanya akan ada upaya untuk mengkomunikasikan atau mendiskusikannya. Apalagi jika perbedaan tersebut berpotensi menimbulkan friksi atau perpecahan.
Pada prinsipnya NU tidak menghendaki lembaga ini dikotak-kotakkan oleh kalangan internal. NU harus tetap berpegang teguh kepada khittah nahdliyyah-nya.
LI: Jadi, sebenarnya pandangan NU terhadap Syiah?
KH Al Bantani : Pertama, jelas Syiah itu jelas berbeda dari NU. Tapi, menyikapi perbedaan tersebut ada dua pandangan yang mengemuka. Yang pertama adalah yang menangkap adanya perilaku menyimpang sebagian orang Syiah dan menggeneralisir perilaku tersebut sebagai hakikat dari Syiah. Perilaku yang dimaksud, antara lain menyinggung atau menjelek-jelekkan simbol-simbol yang dimuliakan kalangan NU.  Adapun pandangan yang kedua adalah, yang memandang bahwa perilaku sekelompok/sebagian Syiah tersebut bukanlah hakikat Syiah. Pandangan kedua ini melihat bahwa dalam Syiah pun ada dua kelompok, yaitu Syiah terpimpin dan Syiah tidak terpimpin. Syiah yang terpimpin itu adalah mereka yang setia dan menjalankan fatwa dari para marji’ (ulama tinggi Syiah). Sementara yang tidak terpimpin adalah orang yang mengaku sebagai tokoh syiah dan merasa berhak mengeluarkan pendapat, meskipun beda dari fatwa marji’.
Nah, kalangan NU yang kelompok kedua ini memandang bahwa seandainya ada fenomena atau perilaku yang mengganggu atau menyakiti hati dari orang-orang yang mengaku Syiah, itu pasti berasal dari orang-orang yang tidak terpimpin. Karena faktanya para marji’ Syiah itu melarang /mengharamkan perilaku-perilaku yang menyakiti hati orang Sunni.
LI: Lebih banyak mana, Nahdhiyyin yang berpihak pada pandangan pertama, atau pandangan kedua?
KH Al Bantani : Saya tidak punya data, yang bisa saya sampaikan adalah pengalaman saya selama ini, ketika bertemu dengan orang-orang NU seluruh Indonesia. Ketika saya tanyakan pendapat mereka tentang Syiah, selama ini tidak saya dapati laporan terkait upaya buruk dari kalangan Syiah, seperti menguasai masjid NU, melakukan konfrontasi, dan lain-lain. Dari sini, disimpulkan bahwa mereka baik-baik saja terhadap umat Syiah.
LI: Kalau secara lembaga, apa sikap NU ketika menyikapi perbedaan pendapat dengan kelompok lain?
KH Al Bantani : Melihat dari khittah-nya, NU secara kelemnbagaan adalah lembaga yang sangat toleran. Mengkafirkan kelompok lain adalah hal yang sangat tabu bagi orang-orang NU.
LI: NU di Jawa Barat yang ada yang ikut dalam Deklarasi ANAS (Aliansi Nasional Anti Syiah)
KH Al Bantani : Secara umum, sebenarnya berkat peran para ulama NU-lah ANAS gagal mencapai targetnya, karena hingga kini belum sampai keluar fatwa pengkafiran Syiah. Memang betul ada sebagian yang ikut-ikutan ANAS, tapi mestinya Nahdliyin harus cerdas, jangan sampai mereka mau dijadikan alat oleh ANAS dalam rangka mewujudkan target-target ANAS itu. ANAS sendiri sebenarnya adalah gerakan yang tidak memberikan pncerahan dan melakukan pelanggaran ilmiah. Mereka melakukan cara-cara memelintir sejarah. Secara ilmiah kan sebuah kesimpulan hukum hanya bisa diambil kalau menyertakan seluruh pihak yang terlibat. ANAS tidak pernah mau mengajak orang-orang Syiah untuk duduk bersama dalam sebuah forum dan memberi kesempatan kepada orang Syiah untuk membela diri. Secara ilmiah, itu adalah kesimpulan hukum yang batal.
Karena itu, ANAS sama sekali bukan gerakan yang layak didukung dan diikuti. Orang-orang NU harus cerdas menyikapi ini. (Liputanislam.com)

0 komentar:

Posting Komentar