Selasa, 20 Januari 2015

Kristenisasi itu Nyata



Gerakan pemurtadan terus mengancam umat Islam dengan berbagai modus dan sarana. Harus ada upaya serius untuk menghadapinya. 
Ratusan warga Sentul, Babakan Madang, Bogor, Jawa Barat itu akhirnya disyahadatkan ulang sebelum mereka turun dari bus yang membawa mereka dari Sentul ke Monas. Hal ini karena, ratusan orang itu telah tertipu akibat mengikuti ajakan seseorang berkedok wisata gratis ke Monas yang ternyata mereka dikumpulkan untuk dilakukan pembaptisan. 

Sebelumnya mereka tidak menggubris peringatan yang telah disampaikan oleh tokoh-tokoh Islam di kawasan Sentul yang telah memberi mereka pengertian bila wisata gratis ke Monas itu merupakan modus pemurtadan. 

“Beberapa hari sebelum hari kejadian, kami sudah curiga dengan acara wisata gratis ke Monas itu. Hal-hal yang gratis itu pasti ada sesuatunya. Kami curiga itu. Acara ini dibiayai oleh seorang pengusaha yang tinggal di sini,” ungkap pengasuh Pondok Pesantren Fajrul Salam Ustaz Mukhtar Kusumaatmaja. 

Karena itu pihak Ponpes Fajrul dan beberapa tokoh Islam setempat mendatangi satu persatu warga yang telah mendaftar ikut. Jumlah warga yang ikut terdaftar sekitar 600 orang.

“Kami meminta warga agar membatalkan ikut ke Monas. Kami jelaskan bahwa acara itu dicurigai sebagai pemurtadan terselubung. Panitia menyiapkan 10 bus besar. Namun, ada dua bus yang kosong. Karena beberapa warga yang kami datangi memutuskan untuk tidak ikut,” jelasnya.

Untuk memastikan apa yang terjadi di Monas, lalu tokoh Islam Sentul mengutus orang untuk memata-matai acara wisata gratis warga Sentul itu.

“Dan benar saja, dari informasi orang yang kami utus ternyata di Monas adalah acara kebaktian. Bahkan warga disemprot air yang kami yakini itu air baptis. Kami ada bukti-buktinya,” ungkapnya. 

Mendapat informasi itu, ulama setempat lalu bertindak cepat. Pimpinan dan pengasuh Ponpes Fajrul Salam lalu menunggu kepulangan bus rombongan warga Sentul dari Monas.“Kami tunggu mereka di tempat mereka berangkat pagi hari ke Monas. Mereka pulang dari Monas sekitar jam 14.00,” ujarnya. 

Satu per satu bus rombongan warga pun datang. “Kami lalu naik bus rombongan warga itu sebelum mereka turun. Di dalam bus itu kami menjelaskan tentang acara di Monas yang ternyata pemurtadan. Setelah kami jelaskan warga terperangah. Karena memang banyak warga yang tidak menyadari bahwa mereka telah dimurtadkan. Akhirnya di dalam bus itu kami mensyahadatkan kembali mereka,” kata Kiai Mukhtar.

Selain itu, sebelum turun dari bis, barang-barang yang diberi saat acara juga diperiksa, ternyata barang-barang tersebut berlambang salib, ada kalimat Indonesia makmur, dan diselamatkan, khas Kristen.

Selain mensyahadatkan ulang, pimpinan Ponpes Fajrul Salam Sentul Bogor KH. Mukti Ali didampingi Ketua Santri Bela Agama dan Negara (Sabilana) Majelis Az Zikra Ustaz Herwan serta sejumlah pengasuh Ponpes juga telah melaporkan kasus tersebut ke Polres Bogor. 

Menurut pengakuan warga yang ikut acara tersebut, ternyata kejadian ini bukan yang pertama kali, sebelumnya orang-orang yang sama pada 10 Syawal lalu pernah dibawa ke Ancol. Saat itu, lebih jelas lagi, mereka dibagi kaos bergambar salib dan ada kalimat haleluya-nya.

"Kalau acara ini dianggap sukses, satu Januari mereka akan diajak ke Yogya dan awal Maret di iming-imingi juga ke Bali. Sepertinya ini program dua bulanan mereka," ungkap Ustaz Muchtar.

Sayang, hingga kini laporan itu belum juga ditindaklanjuti oleh Polres Bogor. “Polres belum menindaklanjuti laporan kami. Kami menduga seperti ingin dipetieskan kasus ini,” kata Ustaz Mukhtar. 

Padahal, lanjutnya, pihak Muspika Babakan Madang sempat mengundang perwakilan ulama untuk membahas persoalan ini. “Pada pertemuan itu kami diminta tidak memperpanjang kasus ini. Tapi kami tetap bersikeras untuk melanjutkan kasus ini hingga ke pengadilan,” jelas Ustaz Mukhtar.

Menurut Ustaz Mukhtar, pihaknya tengah menyiapkan puluhan saksi untuk proses hukum di pengadilan. “Termasuk saksi yang menjadi koordinator pengumpulan warga. Selain itu kami juga telah mengumpulkan bukti-bukti berupa foto dan souvenir-souvenir bercirikha Kristen,” jelasnya. 

Balaikota pun Ikut Natalan

Bukan hanya melakukan penipuan terhadap warga masyarakat yang awam, upaya untuk mencitrakan Jakarta sebagai kota Kristen juga dilakukan secara struktural menjelang peringatan Natal lalu. Balai Kota Jakarta, ibu kota negara Indonesia, yang mayoritas penduduknya beragama Islam, tak luput dari serangan Kristenisasi. 

Sepanjang sejarah Ibu Kota, tak pernah terjadi menjelang Natal dilakukan pemasangan pohon cemara yang dihiasi lampu natal di depan Balai Kota. Tetapi, ketika Ahok yang menjadi gubernur, hal itu untuk pertama kalinya dilakukan. 

Sepasang pohon Natal setinggi tiga meter itu diletakkan di salah satu sisi kolam air mancur di halaman Balai Kota. Pohon tersebut dilengkapi dengan ornamen dan lampu hias khas Natal. Lampu tersebut dinyalakan pada malam hari. 

Staf rumah tangga Pemerintah DKI Jakarta, Mansyur, mengatakan pemasangan pohon Natal di halaman Balai Kota merupakan yang pertama kali. Sebelumnya, ujar dia, hanya ada pohon Natal setinggi sekitar 1,5 meter yang diletakkan di lobi Blok G. "Tahun ini, pertama kalinya dipasang pohon Natal setinggi itu," tuturnya di Balai Kota.

Ahok beralasan berkelit bila pemasangan sepasang pohon Natal di halaman Balai Kota dilakukan oleh Panitia Perayaan Natal Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. 

Panitia, klaim Ahok, sudah meminta izin kepadanya untuk meletakkan pohon Natal di depan Pendapa Utama Blok B Balai Kota. "Saya bilang silakan saja," tutur Ahok. 

Ahok juga mengungkap hiasan Natal juga dipasang di rumah dinas gubernur di Jalan Taman Suropati, Menteng, Jakarta Pusat. Ahok mengaku memberi izin kepada tim Pembinaan Kesejahteraan Keluarga DKI untuk menghias halaman rumahnya. 

Manfaatkan 
Car Free Day

Beberapa waktu lalu, masyarakat Indonesia, terutama para netizen, dihebohkan dengan kemunculan video singkat Kristenisasi di area car free day (CFD) di Jakarta. Bukan hanya di Jakarta, rupanya arena CFD di bernagai kota juga digunakan secara terselubung untuk melakukan pemurtadan terhadap umat Islam. Mereka membuat semacam stand, kemudian membagi-bagikan brosur, buku, dan souvenir-souvenir seperti kalung yang berlambang salib. Kepada mangsanya, mereka menanyakan soal keselamatan, Yesus dan sebagainya. 

Rateka, seorang jurnalis di Jakarta, yang berinisiatif melakukan reportase terhadap kegiatan pemurtadan tersebut menceritakan bagaimana ia melakukan peliputan itu. Ia mengaku tidak tahan dengan kelakuan orang-orang Nasrani yang melakukan pemurtadan terselubung itu. 

"Di sepanjang jalan CFD saya melihat ada kelompok-kelompok yang membagi-bagi brosur, kalung salib dan semacamnya," kata Rateka memulai ceritanya dalam diskusi mingguan Partai Bulan Bintang (PBB) di Jl Raya Pasar Minggu  Km 18, Jakarta Selatan, Rabu sore (17/12). 

Suatu pagi, cerita Rateka, sebagai jurnalis spesialis dunia "gadget" dirinya diundang oleh sebuah perusahaan telekomunikasi yang menggelar acara di area CFD. Lalu, dia melihat sebuah kelompok yang meminta kepada panitia kegiatan tersebut untuk dapat tampil di panggung acara itu. Anehnya, panitia memberikan izin. 

Lalu, naiklah rombongan kelompok tersebut yang sebagian besar adalah anak-anak. Mereka berjoget dan menyanyi, sembari mengungkapkan kalimat-kalimat khas kaum Nasrani. 

"Itu sudah mencolok sekali. Saat itu saya gondok sekali," kata Rateka yang mengaku selama sembilan tahun sekolah di sekolahan Katolik ini.  

Usia acara, alumni jurusan perfilman Institut Kesenian Jakarta (IKJ) ini rupanya sudah tak tahan dengan kelakuan kelompok yang membagi-bagikan brosur dan kalung dengan simbol-simbol Nasrani itu. Apalagi keberadaan mereka sangan mencolok, mengenakan baju merah dengan gambar burug merpati di bagian depan. 

"Saya nggak tahan, karena yang memakai kalung itu orang-orang Islam. Ada juga yang berkerudung," ungkapnya. 

Lalu, bersama kawannya, diliputlah aksi Kristenisasi. Dia tanya orang-orang yang telah menerima kalung dari kelompok Nasrani itu, dan ternyata semua Muslim. "Banyak orang tahu kalau itu Kristenisasi, tapi mereka mengaku tidak bisa berbuat apa-apa," ungkapnya. 

Menurut Rateka, yang menghebohkan dunia maya adalah karya liputannya di menit ke-14. Dalam video tersebut dengan jelas terekam ada seorang pengemis tua berkerudung berupaya semaksimal mungkin hendak dimurtadkan oleh seorang wanita salah satu pelaku Kristenisasi. 

"Dia tanya soal ada kabar baik tentang Yesus. Maka disitulah saya tidak tahan lagi untuk diam, saya harus negur. Saya cuma sebatas negur," ungkapnya. 

Penguasa Abai 

Kristolog dari Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Zahir Khan menyebut kegiatan Kristenisasi yang marak dilakukan di Indonesia merupakan bagian dari politik devide et impera (pecah belah) yang digunakan untuk melemahkan umat Islam. 

Baik Kristen maupun Katolik, kata Zahir, mereka berlomba-lomba berupaya memurtadkan umat Islam di negara-negara berkembang. Pasalnya, di Barat agama ini sudah tidak laku lagi. 

"Gereja-gereja di Barat banyak yang dijual dan dibeli umat Islam kemudian dijadikan Masjid," kata Zahir. 

Karena orang-orang Barat sudah tidak berminat lagi terhadap Kristen, lanjut Zahir, maka uang yang melimpah ruah itu kemudian dikirimkan ke negara-negara berkembang seperti  Indonesia dan Afrika Selatan untuk program Kristenisasi. 

Zahir menyayangkan, meski umat Islam mayoritas di Indonesia, tetapi perhatian kepada umat Islam sangat rendah. Penguasa negeri ini tidak peduli dengan urusan akidah umat. Termasuk membiarkan umat hidup dalam kondisi miskin.  "Padahal kemiskinan itu dekat dengan kekufuran," ungkap mantan diplomat ini. 

Zahir menyebut, ada perbedaan di Barat dengan di Indonesia dalam fenomena perubahan agama. Orang Barat yang masuk Islam, kata Zahir, rata-rata adalah orang yang cerdas dari kalangan kaum terpelajar. Ia menyebut salah satunya adalah adik ipar mantan Perdana Menteri Inggris Tonny Blair yang masuk Islam dan kemudian berjilbab.

Sementara di Indonesia, menurut Zahir, orang yang masuk Kristen adalah orang-orang miskin yang hidupnya susah kemudian oleh para misionaris dan penginjil diiming-imingi dengan materi. Atas dorongan materi yang sedemikian murah itulah kemudian sejumlah orang masuk Kristen. Akibatnya, jumlah umat Islam terus mengalami penurunan.

Anehnya, mendapatkan gelombang serangan Kristenisasi dengan berbagai modus seperti sekarang, umat Islam seolah tak memiliki perlindungan sama sekali. Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang konon memiliki lembaga khusus, Komite Dakwah Khusus (KDK), yang tujuan awalnya untuk melakukan counter gerakan pemurtadan mlempem. Sama sekali tak ada kegiatannya yang nyata. 

Pun demikian dengan Kementerian Agama. Seolah tak ada fungsinya dalam melindungi umat. Padahal, dalam sejarahnya, Kementerian Agama dibentuk sebagai “hadiah khusus” bagi umat Islam yang telah menyepakai bentuk dan dasar negara seperti sekarang. Dirjen Bimas Islam Machasin, bahkan tidak mempermasalahkan aksi Kristenisasi di arena CFD. Saat diberitahu bila penyebaran agama kepada orang yang sudah beragama dilarang, dia malah terperanjat dan mengaku baru tahu. 

“Kementerian Agama sudah banyak terlibat persoalan-persoalan teknis administratif, tidak pada persoalan-persoalan substansif masalah keagamaan,” kata Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) MS Kaban. Padahal, lanjut Kaban, nawaitu berdirinya Kementerian Agama adalah untuk melayani umat Islam dan melindungi mereka. 

Kristenisasi Nyata

Kristenisasi itu nyata dan ada. Salah besar bila ada pihak tertentu yang tidak percaya adanya Kristenisasi dan menganggapnya tidak ada.

Allah Swt, dalam Alquran juga telah mengabarkan perihal aksi kaum Nasrani juga Yahudi ini melalui firman-Nya: “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)." Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (QS. Al Baqarah: 120).

Menjelaskan maksud ayat ini, ahli tafsir masa kini Syaikh Muhammad Ali As Shabuny dalam kitabnya, Shafwatut Tafaasiir menjelaskan, kaum Yahudi dan Nashrani tidak akan ridha hingga Nabi Muhammad Saw meninggalkan Islam dan mengikuti agama mereka yang bengkok. Lalu Allah Swt berfirman: Katakan kepada mereka wahai Muhammad Saw, sesungguhnya Islamlah satu-satunya agama yang benar sedangkan yang lain adalah sesat. Lalu Allah Swt menegaskan kepada Rasulullah Saw jika engkau berjalan mengikuti pendapat-pendapat mereka yang palsu dan hawa nafsu mereka yang rusak, setelah jelas bagimu kebenaran dengan hujjah dan bukti yang pasti, maka engkau tidak punya siapa-siapa yang bisa menjagamu atau melindungimu dari adzab-Nya yang pedih. 

Peringatan Alquran itu benar adanya. Bukan hanya secara fisik merea hendak memurtadkan umat Islam, tetapi juga melakukan pendangkalan akidah dan menjauhkan umat Islam dari agamanya. 

Dalam Konferensi Misionaris di kota Al-Quds (1935), Samuel Zweimer, seorang Yahudi yang menjabat direktur organisasi misi Kristen, menyatakan, “Misi utama kita bukan menghancurkan kaum Muslimin untuk masuk Kristen, namun mengeluarkan seorang Muslim dari Islam agar jadi orang yang tidak berakhlak sebagaimana seorang Muslim. Tujuan kalian adalah mempersiapkan generasi baru yang jauh dari Islam, generasi yang sesuai dengan kehendak kaum penjajah, generasi malas dan hanya mengejar kepuasan hawa nafsu.”

Apalagi, kaum Kristen juga mendapat perintah dari kitab suci mereka, Bibel, untuk terus melakukan penyebaran agama sesat mereka. Dalam Injil Matius 28: 19 disebutkan, “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus.” Demikian pula yang tertera dalam Injil Markus 16: 15, “Lalu Ia berkata kepada mereka: "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.”

Ala kulli hal, untuk menghadapi Kristenisasi yang agresif dan terus menyerang ini hendaknya umat Islam bersatu dan melawan. (SI Online)

0 komentar:

Posting Komentar